Kamis, 29 Desember 2011

PERBANKAN SYARI’AH PRODUK-PRODUK DAN UPAYA PENGEMBANGANNYA

Nara Sumber : Ade Setiawan, S.H.I.

Download This File :
By Ziddu - here (Word)
By Mediafire - here (Pdf)
Arabic Word Tool ( Must installed ) - here
Klik aja SKIP-AD / LEWATI setelah 5 detik, trims....

Pendahuluan

Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’at Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu system ekonomi Islam. Gagasan mengenai konsep ekonomi Islam secara internasional muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan Konferensi Internasional tentang ekonomi Islam di Mekah pada tahun 1976.

Di antara pemikir-pemikir sistem ekonomi Islam tersebut terdapat pola kecendrungan yang berbeda-beda, pada dasarnya terdapat dua kelompok kecendrungan yaitu; kecendrungan teoritis, dengan memberikan alternatif konsep dan kecendrungan pragmatis dengan mendirikan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang beroprasi berdasarkan prinsip Islam. Salah satu kecendrungan kelompok kedua tersebut adalah mendirikan bank-bank Islam.

Pada tahun 1920, di Mesir didirikan bank Islam yang pertama kali dengan nama bank Mesir, kemudian disusul tindakan pemerintah republik Arab untuk menasionalisasikan bank. Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan social bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslimin pada umumnya.

Pada dasarnya, aktifitas bank Islam tidak jauh berbeda dengan aktifitas bank-bank yang telah ada, perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep juga terletak pada konsep dasar oprasionalnya yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam Islam.


Pembahasan

A.    Dasar Hukum dan Pemikiran Terbentuknya Bank Islam

Dasar pemikiran terbentuknya bank Islam bersumber dari adanya larangan riba di dalam al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai berikut :

Terjemahan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”  (Q.S. An-Nisaa’ : 29)

Terjemahan :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”  (Q.S. Al-Maidah : 1)

Terjemahan :
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”  (QS Al-Baqarah : 275)

Terjemahan :
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS Al-Baqarah : 276).

Dalam suatu riwayat dikemukakan; terdapat orang-orang yang melakukan jual-beli kredit (dengan pembayaran berjangka waktu). Apabila telah tiba waktunya pembayaran dan tidak membayar maka bertambahnya bunganya, dan ditambah pula jangka watu pembayarannya. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada zaman jahiliyah, Tsaqif berhutang kepada Bani Nadhlir, ketika tiba waktu membayar, Tsaqif berkata : “kami bayar bunganya dan undurkan waktu pembayarannya”. Maka turunlah surat Ali-Imran ayat 130 sebagai larangan atas perbuatan itu :

Terjemahan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS Ali-Imran : 130).

Selain mendasarkan pada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits, berdirinya bank Islam juga didasari oleh kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1.    Di dalam kenyataannya, penerapan system bunga membawa akibat-akibat negatif dengan alasan bahwa nasabah menghadapi suatu ketidakpastian terhadap hasil usaha yang ia jalani sementara itu dia harus tetap membayar persentase bunga terhadap pinjaman yang ia lakukan pada suatu bank. Di samping itu penerapan system bunga juga dapat mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang kaya terhadap orang miskin.
2.    System perbankan yang ada sekarang memiliki kecendrungan terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elit, para banker, dan pemilik modal.
3.    System perbankan yang menerapkan bunga menyebabkan laju inflasi semakin tinggi, karena ada kecendrungan bank-bank memberikan kredit secara berlebihan.
4.    Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik ditingkat nasional maupun tingkat internasional.
5.    Di dalam era pembangunan ekonomi setiap Negara dewasa ini peranan perbankan sangat besar dan menentukan
Dalam hubungan inilah terbentuknya organisasi lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam merupakan modal bagi pertumbuhan system ekonomi menuju ke arah system ekonomi Islam.


B.    Pengertian Bank Islam
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan bank Islam adalah bank Syari’ah. Secara akademik istilah Islam dan syari’ah memang mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan bank syari’ah mempunyai pengertian yang sama.

Menurut ensiklopedi Islam, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan keredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.

Berdasarkan rumusan tersebut bank Islam berarti bank yang tata cara beroprasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan pengertian muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan pribadi maupun antara perorangan dengan masyarakat (Abdul wahab Khallaf, 1980: 46). Muamalat ini meliputi bidang kegiatan jual beli (ba’i), bunga (riba), piutang (qoroah), gadai (rahn), memindahkan utang (hawalah), bagi untung dalam perdagangan (qiro’ah), jaminan (dhomah), persekutuan (syirqah), persewaan dan perburuhan (ijarah). (Moh Anwar 1979: 23).

Di dalam operasionalnya bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada peraktik-peraktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah saw, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah saw atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama / cendikiawan Muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits.


C.    Sejarah Berdirinya Bank Islam

Pada zaman pra-Islam, sebenarnya telah ada bentuk-bentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan didunia bisnis modern. Bentuk-bentuk itu misalnya; al-Musyarakah (joint venture), al-Ba’iu takjiri (venture capital), al-ijarah (leasing), at-takaful (insurance), al-ba’iu bithaman ajil (instalment-sale), kredit pemilikan barang (al-murabahah), pinjam dengan tambahan bunga (riba).

Bentuk-bentuk perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab karena letaknya yang sangat strategis bagi perdagangan waktu itu. Jazirah Arab yang berada di jalur perdagangan antara Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi oleh bentuk-bentuk ekonomi Mesir purba, Yunani kuno dan Romawi sekitar 2500 tahun sebelum Masehi telah mengenal system perbankan.

Pada masa Rasulullah, yang membawa risalah Islam sebagai petunjuk bagi umat manusia, telah memberikan rambu-rambu  tentang bentuk-bentuk perdagangan mana yang berlaku dan dapat dikembangkan pada masa-masa berikutnya. Serta bentuk-bentuk usaha mana yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu larangan itu adalah larangan usaha yang mengandung riba, Di mana ayat tentang laranganriba ini diperkirakan turun menjelang Rasulullah wafat pada usia 60 tahun.

Secara kolektif, gagasan berdirinya bank Islam di tingkat internasional, muncul dalam konferensi Negara-negara Islam se-dunia, di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969, yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal diantaranya ;
1.    Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hokum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk kepada riba dan riba sedikit atau benyak hukumnya haram.
2.    Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin.
3.    Sementara menunggu berdirinya bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroprasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat. (Fuad Moch. Fachrudin, 1961: 103).

Pembentukan bank Islam semula memang banyak diragukan. Pertama, banyak orang beranggapan bahwa system perbankan bebas bunga (interest free) adalah sesuatu yang tak mungkin dan tak lazim. Kedua, adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai oprasinya. Tetapi dilain pihak, bank Islam adalah satu alternatif system ekonomi Islam. (Ensiklopedi Islam, 1994: 233).


D.    Produk dan Jasa Perbank Syari’ah

Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (financing), dan produk jasa (service).

1.    Produk Penghimpunan Dana Yang Berbasis Titipan
Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu; pembiayaan dengan prinsip titipan, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, pembiayaan dengan prinsip jual-beli, dan pembiayaan dengan prinsip jasa, dan Sewa.

a.    Prinsip wadi’ah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah adalah bentuk penitipan Di mana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Wadi’ah amanah adalah bentuk penitipan di mana harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi (bank). Ketentuan umum dari produk ini adalah :
1)    Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
2)    Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangn dengan prinsip syari’ah.
3)    Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
4)    Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangn dengan prinsip syariah.

b.    Prinsip Deposito mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelola. Dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan murabaha dan ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi menjadi dua yaitu;
1)    Mudharabah mutlaqah (URIA)
Dalam mudharabah mutlaqah (URIA = Unrestricted Investment Account), tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2)    Mudharabah muqayyadah (RIA)
Bentuk mudharabah ini terbagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah muqayyadah on balance sheet; mudharabah jenis ini merupakan simpanan khusus Di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Dan yang kedua mudharabah muqayyadah of balance sheet; mudharabah jenis ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, Di mana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemillik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu kepada bank untuk mencari rekanan bisnis yang harus dipatuhi oleh bank.

2.    Penyaluran Dana Yang Berbasis Bagi Hasil
a.    Skim Murabahah
Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankkan Syari’ah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan para sahabatnya, secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. 
Menurut Muhammad Syafe’i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek; Bai’ Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam Bai’ Murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli computer pada grosir dengan harga Rp 10.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp 750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp 10.750.000,00. pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran jika akan dibayar secara angsuran.




b.    Skim Al-Musaqah :
Al-Musaqah adalah : Akad (transaksi) antara pemilik kebun/tanaman dan pengelola (penggarap) untuk memelihara dan merawat kebun/tanaman pada masa tertentu sampai tanaman itu berbuah.
c.    Skim Al-Muzara’ah :
Al-Muzara’ah adalah : Akad (transaksi) antara pemilik lahan dan pengelola (penggarap) untuk mengelola lahan tersebut agar menghasilkan suatu komoditi berupa tanaman di mana pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan.
d.    Skim Al-Musyarakah (syirkah)
Produk pembiayaan syariah ynag didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut;
1)    Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua orang atau lebih Di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut;
a)    Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b)    Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan, sedangkan rugi dibagi sesuai porsi kontribusi modal.
c)    Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

3.    Penyaluran Dana Yang Berbasis Jual Beli
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli : prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual, transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan waktu pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:

a.    Jual-beli Murabahah
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual-beli Di mana bank menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Di mana kedua belah pihak harus menyepakati harja jual dan jangka waktu pembayaran, Di mana harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan bila sudah disepakati maka tidak dapat berubah selama berlakunya akad.

b.    Jual-beli salam
Salam adalah transaksi jual-beli Di mana barang yang diperjual-belikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tanguh sementara pembayaran dilakuka secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual-beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu pembayaran harus ditentukan secara pasti.

c.    Jual-beli Istishna’
Produk istishna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istishna’  pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Dan jika terjadi perubahan spesifikasi dan jumlah barang yang dipesan, maka biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah.

d.    Sharf  (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

4.    Penyaluran Dana Yang Berbasis Jasa / Fee
Adapun yang menjadi salah satu produk perbankan syari’ah dalam bentuk penyaluran dana yang berbasis jasa atau fee adalah sebagai berikut :

a.    Hiwalah (alih utang-piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

b.    Rahn (gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut; barang tersebut milik nasabah sendiri, jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar, dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Dengan seizin bank, nasabah dapat menggunakan barang tersebut tanpa merusak dan mengurangi nilai barang tersebut.

c.    Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya ada empat hal, yaitu :
1)    Sebagai pinjaman talangan haji, Di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2)    Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syari’ah, Di mana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM.
3)    Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, Di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual-beli, ijarah, atau bagi hasil.
4)    Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, Di mana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.

d.    Wakalah (perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.

e.    Kafalah (garansi bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

5.    Penyaluran Dana Yang Berbasis Sewa

Pembiayaan dengan prinsip Sewa (Ijarah) : Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan menfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual-beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan-nya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Selain menjalankan fungsi sebagai intermediaries (penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan pihak ynag kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa : Ijarah (sewa). Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tatalaksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.


E.    Upaya Pengembangan Bank Syari’ah

Upaya atau strategi pengembangan bank syariah diarahkan untuk meningkatkan kopetensi usaha yang sejajar dengan system perbankan konvensional yang dilakukan secara konverhensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah di Indonesia saat ini. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan keahlian sumber daya manusia, penyempurnaan ketentuan, dan program sosialisasi. Focus utama upaya pengembangan system perbankan syari’ah meliputi hal-hal sebagai berikut :

1.    Penguatan Regulasi Aturan Per-UU Tentang Perbankan Syari’ah Yang  Relefan dan Penyempurnaan Ketentuan
Upaya yang dilakukan adalah penyesuaian perangkat undang-undang bank sentral, undang-undang perbankan, dan penyusunan perangkat-perangkat ketentuan pendukung kegiatan oprasional bank syariah. Dengan adanya ketentuan yang mendukung, diharapkan bank syariah akan dapat beroprasi secara optimal dan memiliki daya saing yang tinggi. Strategi pengembnagan bank syariah diarahkan untuk menciptakan system perbankan syariah yang sehat dan dapat berperan sebagai lembaga intermediasi secara optimal dengan dukungan hal-hal sebagai berikut ;
a)    Struktur perbankan syariah yang dapat mengakomodasi sisi penghimpunan dana dan pembiayaan secara harmonis. Untuk itu, pengembangan ketentuan mengenai struktur perlu senantiasa mengacu pada analisis risiko yang meliputi :
1)    Struktur permodalan yang kuat, tetapi tidak terkonsentrasi pada satu pihak atau kelompok tertentu.
2)    Struktur organisasi dengan sumber daya yang tangguh.
3)    Struktur oprasinal dengan kebijakan dan pelaksanaan usaha yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan peraktik perbankan yang sehat.
b)    System pengawasan dan pembinaan yang efektif dalam rangka mewujudkan iklim usaha yang kondusif serta dapat melindungi kepentingan masyarakat.

2.    Rekuitment SDM Yang Kompeten dan Berkualitas
Hal yang tidak kalah penting dalam upaya pengembangan perbankan syari’ah adalah sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas dibidangnya, sehingga dalam pengrekrutan tenaga kerja harus benar-benar yang sesui dengan bidangnya masing-masing, dengan demikian maka roda pelaksanaan perbankan syari’ah akan berjalan secara maksimal dan efisien.

3.    Pelaksanaan Kegiatan Sosialisai Perbankan Syariah Secara Terprogram Dan Berstrategi
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai kegiatan usaha perbankan syariah kepada masyarakat, baik itu pengusaha, kalangan perbankan, maupun masyarakat lainnya. Agar sosialisasi ini dapat berjalan dengan baik, diperlukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain, seperti perguruan tinggi, para ulama, dewan dakwah, asosiasi, media massa cetak maupun elektronik, atau lembaga-lembaga lainnya yang mempunyai kemampuan dan akses yang besar dalam menyebar luaskan informasi kepada masyarakat.

4.    Pengembangan dan Peningkatan Prasarana dan Sarana Yang Terkait
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, maka bank juga harus memperkuat prasarana dan sarana yang dapat menunjang lebih efisiennya kinerja bank. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut; Pengembangan jaringan perbankan syariah, terutama ditujukan untuk menyediakan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan jasa bank syariah. Pengembangan jarinagn bank syariah dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;
a)    Peningkatan kualitas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah beroprasi.
b)    Perubahan kegiatan usaha bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.
c)    Pembukaan kantor cabang syariah bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.

5.    Pengembangan dan Peningkatan Produk Untuk Menjangkau Masyarakat Luas dan piranti Moneter
Produk-produk yang ditawarkan oleh bank juga tidak kalah penting dalam upaya pengembangan perbankan syari’ah, perbankan syari’ah harus selalu berinovasi menciptakan produk-produk yang baru guna menjangkau semua lapisan masyarakat agar tertarik untuk menginvestasikan dananya pada bank tersebut. Disamping itu, Penyusunan piranti moneter dilakukan dalam rangaka mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah. Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha bank syariah maka pembentukan piranti ini diharapkan dapat membantu pengembangan pasar uang antar bank.

6.    Pengembangan dan Peningkatan Pelayanan Kepada Nasabah dan Masyarakat
Suasana yang nyaman sangatlah berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah dan masyarakat dalam menginvestasikan dananya kepada bank syari’ah, oleh sebab itu bank syari’ah dituntut untuk meningkatkan pelayangan yang lebih ramah, dan cepat dalam setiap pelaksanaan transaksi yang dilakukan.


Kesimpulan

Dari uraian di atas maka didapati kesimpulan sebagai berikut;
1.    Pengertian bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.
2.    Produk Bank Syariah adalah sebagai berikut;
a.    Produk penyaluran dana (financing),
b.    Produk penghimpunan dana (funding), dan
c.    Produk jasa (service).
3.    Upaya yang dapat dilakukan dalam pengembangan bank syariah adalah sebagai berikut : peningkatan keahlian sumber daya manusia, penyempurnaan ketentuan, dan program sosialisasi.



Editing Text By: Rachmad Aqsa, S.H.I.
Tanpa ada perubahan, sesuai dengan aslinya.