Rabu, 02 Februari 2011

Tradisi Dan Praktek Ekonomi Pada Masa Rasulullah Saw Dan Pada Masa Pemerintahan Khulafa’ Al-Rasyidin

Makalah Posted By: Ade Setiawan[1]
Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Lampung
At: 14 Oktober 2010

Download This File :
By Ziddu - here (Word)
By Mediafire - here (Pdf)
Klik aja SKIP-AD / LEWATI setelah 5 detik, trims....

A.     Pendahuluan
Ekonomi Islam sesungguhnya satu realitas baru dalam dunia ilmiah modern saat ini. Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini, ia terus tumbuh menyempurnakan diri di tengah-tengah beraneka ragamnya system social dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada system sekuler. Dikatakannya baru dalam tanda petik, karena sesungguhnya ilmu ekonomi Islam sudah pernah diperaktekkan secara sempurna di masa Rasulullah SAW hingga masa keemasan Daulah Islamiah beberapa abad lalu.
Namun haruslah ditakini, ekonomi Islam bukan hadir sebagai reaksi atas dominasi kapitalisme maupun sosialisme ketika itu. Ekonomi Islam hadir sebagai bagian dari totalitas kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam harus dipeluk secara kaffah oleh umatnya, maka konsekwensinya umat Islam harus mewujudkan keIslamannya dalam segala aspek kahidupan, termasuk kehidupan ekonomi. Karena sesungguhnya, umat Islam telah memiliki system ekonomi tersendiri di mana garis-garis besarnya telah digambarkan secara utuh di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
Wajarlah kita sebagai umat Islam, melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi sesuai dengan aturan dan kaidah Islam. Islam sebagai suatu agama, harus disadari tidak sealalu mengurusi masalah Ukhrawiah saja seperti yang selama ini biasa kita tafsirkan, tetapi Islam juga mengatur dan mengurusi masalah kehidupan duniawi. Kerena itu, suatu system ekonomi yang didasarkan pada konsep Islam, adalah sebuah system ekonomi yang siap mengantarkan umatnya kepada kesejahteraan yang sebenarnya (Falah), yaitu satu kesejahteraan yang tidak hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani manusia melainkan juga kebutuhan rohani, mengingat esensi manusia justru terletak pada rohaninya.

B.     Pembahasan
1.      Tradisi dan Praktek Ekonomi Pada Masa Rasulullah Saw
a.       Kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam
Jauh sebelum kedatangan Islam, Bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan perniagaannya. Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang pasir, pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan tampaknya menjadi alasan utama mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber pencaharian mereka[2].
Sementara itu, mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah) memilih bercocok tanam, disamping pengrajin besi dan berniaga, sebagai sumber utama mata pencaharian mereka. Hal ini ditunjang oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup, sehinngga menjadikannya daerah yang subur.
Dalam melakukan transaksi perniagaan, suku Bangsa Arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistim ribawi, sebagai berikut;
1)      Seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih besar daripada harga awal.
2)      Seseorang meminjamkan sejumlah uang dengan jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat jatuh tempo, peminjam membayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap riba atau tambahan.
3)      Antara peminjam dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu. Apabila telah jatuh tempo dan belum bisa membayarnya, peminjam diharuskan membayar suatu tingkan kenaikan riba tertentu sebagai kompensasi tambahan tenggang waktu pembayaran[3]

b.      Praktek dan kebijakan ekonomi Rasulullah saw
·        Periode Mekah; Nabi Muhammad saw sebagai seorang pedagang.
Seperti anggota suku Quraisy lainnya, Muhammad saw. Menekuni dunia perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada usia 12 tahun, ia ikut serta dalam perjalanan dagang ke Syiria bersama pamannya Abu Thalib. Setelah menginjak dewasa dan menyadari bahwa pamannya berasal dari keluarga besar namun berekonomi lemah, Muhammad saw mulai berdagang sendiri pada taraf kecil dan pribadi di kota Mekah.
Dalam melakukan usaha dagangya, Muhammad saw. menggunakan modal orang lain yang berasal dari janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu menjalankan modalnya sendiri. Dari mengelola modal tersebut ia mendapat upah atau bagi hasil sebagai mitra.[4] Kepiawaian dalam berdagang yang disertai dengan reputasi dan integritas yang baik membuat Muhammad saw dijuluki Al-‘Amin (terpercaya) dan Ash-Shiddiq (jujur) oleh penduduk Mekah yang berimpikasi pada semakin banyaknya kesempatan berdagang dengan modal orang lain.
Setelah menikah dengan Khadijah, Muhammad saw tetap mejalankan usaha perdagangannya. Ia menjadi menejer sekaligus mitra dalam usaha istrinya. Perjalanan dagang beberapa kali diadakan keberbagai pusat perdagangan dan pekan dagang di Semenanjung Arab dan negeri-negeri di perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Syiria. Muhammad juga terlibat dalam urusan dagang yang besar di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz selama musim haji. Pada musim lain, ia sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota Mekah.[5]
·        Periode Madinah; Muhammad saw sebagai seorang kepala negara.
Setelah mendapat perintah dari Allah SWT, Nabi Muhammad saw berhijrah ke Yatsib (Madinah). Di sana Ia disambut dengan hangat oleh penduduk kota tersebut dan diangkat menjadi pemimpin mereka. Berbeda dengan periode Mekah, Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Ajaran Islamyang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun dikota ini. Nabi Muhammad saw mempunyai kedudukan sebagai kepala negara, disamping sebagai pemimpin Agama.[6]
Rasulullah saw segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim. Kondisi negara baru yang dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalam waktu dekat. Kerenanya, Rasulullah saw segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:[7]
a)      Membangun Masjid sebagai Islamic Centre.
b)      Menjalin Ukhwwah Islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
c)      Menjalin kedamaian dalam Negara
d)      Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
e)      Membuat konstitusi Negara.
f)        Menyusun system pertahanan Negara
g)      Meletakkan dasar-dasar keuangan Negara

c.       Pembangunan system ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an. prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Al-Qur’an adalah sebagai berikut;[8]
1)      Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
2)      Manusia hanyalah Khalifahh Allah SWT dimuka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
3)      Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah SWT, oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak sebagian atas kekayaan yang dimiliki manusia llain yang lebih beruntung.
4)      Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
5)      Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan
6)      Menerapkan system warisan sebagai redistribusi kekayaan
7)      Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin.

d.      Pendirian lembaga Baitul Mal dan Kebijakan Fiscal
Rasulullah Saw merupakan kepala Negara pertama yang memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan Negara di abad ketujuh. Semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara, tempat pusat pengumpulan dana itu disebut Bait Al-Mal yang dimasa Nabi Muhammad Saw terletak di Masjid Nabawi.
1)      Pendapatan Baitul Mal
Sumber-sumber pendapatan Negara pada masa Rasulullah Saw tidak hanya bersumber pada zakat saja. Pada masa ini sisi pemerintahan APBN terdiri atas; Kharaj, Zakat, Khums, Jizyah dan Kaffarah.
2)    P sisi pemerintahan APBN terdiri atas;Muhammad Saw terletak dimasjid nabawi. pemasukan _________________________________PPengeluaran baitul mal
Pada masa Rasulullah SAW, dana Baitul Mal dialokasikan untuk penyebaran Islam, pendidikan, dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
3)    Instrumen kebijakan fiscal meliputi beberapa hal sebagai berikut:
·        Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja.
·        Kebijakan pajak
·        Anggaran. Dan
·        Kebijakan fiscal khusus.

e.       Kebijakan moneter
Mata uang yang dipergunakan bangsa Arab, baik sebelum ataupun setelah Islam, adalah Dinar dan Dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang.
1)      Penawaran dan permintaan uang.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW, kedua mata uang tersebut diimpor; dinar dari romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor Dinar dan Dirham dan barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua Negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa menciptakan permintaan terhadap uang dan kerenanya motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi.
2)      Pemercepatan peredaran uang.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepatan peredaran uang. System pemerintahan yang legal dan, khususnya, perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan percepatan peredaran uang. Demikian juga tindakan Rasulullah Saw mendorong masyarakat untuk mengadakan akad kerjasama dan mendesak mereka untuk memberikan Qard al-hasan semakin memperkuat percepatan peredaran uang. struktur pasar memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pemercepatan peredaran uang. monopoli kaum Quraisy dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dahulu perlahan-lahan mulai berkurang. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengahapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik.
3)      Pengaruh kebijakan fiscal terhadap nilai uang.
Pada awal-awal masa pemerintahan Rasulullah Saw, perekonomian mengalami penyusutan permintaan efektif. perpindahan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah yang tidak dibekali dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian, yang akan diperlukan dimadinah telah menciptakan keseimbangan perekonomian yang rendah. Kebijakan lain yang dilakukan Rasulullah Saw adalah memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kaum muslimin dalam melakukan aktivitas produktif dan ketenaga kerjaan. Nabi Muhammad Saw mendesak kaum Anshar dan Muhajirin, sejak awal kedatangan mereka ke madinah, untuk melakukan Akad MudhArabah, Muzara’ah, dan Musaqah satu sama lain.
4)      Mobilisasi dan utilisasi tabungan.
Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan Islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu mengembangkan peluang investasi Islami secara legal dan mencegah kebocoran penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak Islami. Pengembangan peluang investasi secara legal dilakukan dengan mengadopsi system investasi konvensional yang kemudian disesuaikan dengan syari’ah, sehingga pihak pemilik tabungan dengan pengusaha dapat bekerjasama dengan satu ex-ente agreement share yang menghasilkan nilai tambah. Karena kegiatan utama ekonomi adalah jasa, pertanian, perdagangan, dan kerajinan tangan, bentuk hukum yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudhArabah, muzara’ah, musaqat, dan musyarakah. Pada awal masa Islam, melalui berbagai cara, pemerintah menyediakan fasilitas yang berorientasi investasi. Pertama, memberi kemudahan bagi produsen untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntugan pajak terutama bagi unit produksi baru. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi sector swasta dan peran serta masyarakat dalam berinvestasi.

2.      Tradisi dan Praktek Ekonomi Pada Masa Al-Khulafa AL-Rasyidin
a.       Masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifahh Islam yang pertama. Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar ash-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah diperaktekkan Rasulullah Saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya.[9] Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negar dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin sehingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar ash-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan Negara. Di samping itu, ia juga mengambil alih dari tanah-tanah orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.[10]
Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.[11]
Dengan demikian selama masa pemerintahan AbuBakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan Negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari pendapatan Negara. Bahkan bila pendapatan Negara meningkat, seluruh kaum muslimin mendapatkan manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut merimlikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkacil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.

b.      Masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.[12] Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn al-Khattab segera mengatur administrasi Negara dengan mencontoh Persia, ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.
Beberapa hal yang dilakukan  Umar ibn al-Khattab dalam pengembangan perekonomian umat Islam pada saat itu adalah:
1)      Pendirian lembaga Baitul Mal
Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan  Umar ibn al-Khattab, pendapatan Negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini, memerlukan perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif, dan efisien. Khalifah Umar ibn al-Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai kebutuhan yang ada, bahkan diantaranya disediakan sebagai dana cadangan.
Pada tanggal 16 H, bangunan lembaga Baitul Mal pertama kali didirikan dengan madinah sebagi pusatnya, hal ini kemudian diikuti dengan pendirian cabang-cabangnya di ibu kota Provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut Khalifah  Umar ibn al-Khattab menunjuk Abdullah ibn Irqam sebagai bendahara Negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid al-Qari sebagai wakilnya.[13]
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah  Umar ibn al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :[14]
a)      Departemen Pelayanan Militer. Depertemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan setiap penerima dana.
b)      Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c)      Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Depertemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya.
d)      Departemen Jaminan Sosial. Depertemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir-miskin dan orang-orang yang menderita.
2)      Klasifikasi dan alokasi pendapatan Negara.
Pada masa pemerintahannya, Umar ibn al-Khattab mengklasifikasi pendapatan Negara menjadi empat bagian, yaitu;
a)      Pendapatan zakat dan ‘Ushr (pajak tanah) : pendapatan ini didistribusikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan ke-delapan asnaf.
b)      Pendapatan Khums dan Sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada fakir miskin atau untuk membiayai mereka yang sedang mencari kesejahteraan, tanpa diskriminasi apakah ia seorang muslim atau bukan.
c)      Pendapatan Kharaj, Fai, Jizyah, ‘Ushr (pajak Tanah), dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk dana pension dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya oprasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
d)      Pendapatan Lain-lain. Pendapatan ini dugunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya

Selain hal-hal tersebut, Khalifah  Umar ibn al-Khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi lainnya, seperti;
a)      Kepemilikan Tanah. Dalam memperlakukan tanah-tanah taklukan, Khalifah  Umar ibn al-Khattab tidak membagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar Kharaj dan jizyah.[15]
b)      Zakat. Khalifahh Umar ibn al-Khattab menerapkan kuda, karet, dan madu sebagai objek zakat karena, pada masanya, ketiga hal tersebut telah lazim diperdagangkan, bahkan secara besar-besaran sehingga mendatangkan keuntungan bagi para penjualnya.
c)      “Ushr. Khalifahh Umar ibn al-Khattab menerapkan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan Islam.
d)      Mata Uang. Pada masa pemerintahan khulafa  Umar ibn al-Khattab, bobot mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mistqal atau 20 qirat atau 100 grain barley. Sedangakan bobot dirham tidak seragam dan karenanya menimbulkan kebingungan masyarakat. Atas dasar itu, Khalifahh Umar ibn al-Khattab menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirat atau 70 grain barley. Dengan demikian, rasio antara satu dirham dengan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.[16]

c.       Masa pemerintahan Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn ‘Affan berhasil melakukan ekspansi kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian-bagian yang tersisa di Persia, Transoxanis dan Tabaristan.[17]
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah  Utsman ibn ‘Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam rangaka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman ibn ‘Affan juga membentuk armada laut kaum mulimin dibawah komando mu’awiyah hingga berhasil membengun supremasi kelautannya diwilayah Mediterania. Laodicea dan wilayah disemenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di afrika utara menjadi pelabuhan pertaha Negara Islam.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan tidak mengambil upah dari kantornya, sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya dibendahara Negara. Hal tersebut menimbulkan kesalah pahaman dengan Abdullah bin Irqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah bin Irqam menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan public yang dihadiri Khalifah  Utsman ibn ‘Affan.
Dalam hal pengelola zakat, Khalifah  Utsman ibn ‘Affan mendelegasikan kewenangan menaksirkan harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan ytidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.[18]
Untuk meningkatkan pengeluaran dibidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pension dan pembangunan berbagai wilayah taklukan baru Negara membutuhkan dana tambahan. Oleh karena itu Khalifah Utsman ibn ‘Affan membna itu khalifaambahan. oleh  taklukan baru negara tan, meningkatkan dana pensiun ___________________________________________uat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa gubernur. Ia juga menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah-tanah Negara kepada individu-individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakannya ini, Negara memperoleh pendapatan sebesar lima puluh juta dirham atau naik 41 dirham jika dibandingkan pada masa Umar ibn al-Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut.[19]
Memasuki 6 tahun kedua masa pemerintahan  Utsman ibn ‘Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah  Utsman ibn ‘Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

d.      Masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib
Masa pemerintahan Khalifah  Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu diwarnai dengan ketidak setabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Jubair bin alwwam, dan Aisah yang menuntut kematian Utsman ibn Afan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh muawiyah bin Abi sofiyan. Pemberontakannya juga datang dari golongan khawarij, mantan pendukung Khalifah  Ali ibn Abi Thalib yang kecewa pada keputusan tahkim pada perang shiffin.
Sekalipun demikian Khalifah  Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat ia secara suka rela menarik diri dari daftar penerimaan dana bantuan Baitul Mal. Selama pemerintahannya, Khalifah  Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.[20]
Selama masa pemerintahan  Ali ibn Abi Thalib system administrasi Baitul Mal, baik ditingkat pusat maupun daerah, telah berjalan dengan baik. Kerja sama antara keduanya berjalan dengan lancer maka pendapatan Baitul Mal mengalami surplus. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah  Ali ibn Abi Thalib menerapkan prinsip pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status social atau kedudukannya didalam Islam.[21]
Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berpemdapat bahwa seluruh pendapatan Negara yang disimpan dalam Baitul Mal harus didistribusikan kepada kaum muslimin, tanpa ada sedikitpun dana yang tersisa. Distribusi tersebut dilakukan sekali dalam sepekan. Hari kamis merupakan hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan dan, pada hari sabtu, perhitungan baru dimulai.
 Selain itu, langkah penting yang dilakukan Khalifah  Ali ibn Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama Negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan tersebut kaum muslimin telah menguasai tegnologi peleburan besi dan pencetakan koin. Namun demikian, uang yang dicetak oleh kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib berjalan sangat singkat seiring dengan  terbunuhnya Khalifah pada tahun ke 6 pemerintahannya.

C.     Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
1.      Tradisi ekonomi pada masa Rasulullah SAW.
Jauh sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan perniagaannya dimana pada saat itu dalam melakukan perniagaan bangsa Arab menerapkan system riba. Dan setelah dating masa pemerintahan Rasulullah saw maka system ribawi tersebut dihapuskan secara totalitas, selain itu ada beberapa kebijakan yang ditetapkan Rasulullah saw baik yang bersifat fiscal seperti pendirian Baitul Mal dan menerapkan system ekonomi secara bagi hasil atau yang biasa dikenal dengan mudhArabah, muzara’ah.
Rasulullah Saw juga meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu: Membangun Masjid sebagai Islamic Centre, Menjalin ukhwwah Islamiyyah antara, kaum muhajirin dengan kaum anshar, Menjalin kedamaian dalam Negara, Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya, Membuat konstitusi Negara, Menyusun system pertahanan Negara, Meletakkan dasar-dasar keuangan Negara.

2.      Tradisi ekonomi pada pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin
Pada pemerintahan khulafa al-Rasyidin pada dasarnya meneruskan sitem dan kebiasaan yang telah diterpkan oleh Rasulullah saw serta melakukan beberapa pengembangan lain, pada masa ini yang lebih menonjol adalah pengembangan dibidang pajak, zakat dan pendistribusian pendapatan Negara yang diperoleh dari pajak dan zakat tersebut.
Pada masa khalifa al-Rasyidin lembaga Baitul Mal pertama kali memiliki bangunan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan Negara yang berpusat di Arab dan segera menyebar cabang-cabang di daerah sekitar Arab.selain itu pada masa ini pula nilai mata uang Arab di sesuaikan bahkan Negara Islam telah berhasil mencetak uang koin untuk Negara Islam.


[1] Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, Angkatan 2009.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal. 9.
[3] Anwar Iqbal Quresi, Islam and the Theory of Interest, Lahore, S.M. Ashraf Publishers, 1946, hal. 49.
[4] Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Jakarta, Yayasan Swarna Bhumi, 1997, hlm.2-3.
[5] Ibid., hal. 12.
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1985, hal. 101.
[7] M.A. Sabzwari, Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad saw, dalam Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2001, hal. 20.
[8] Ibid., hal. 28.
[9] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2001, hal. 44.
[10] Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, hal. 320.
[11] Ibid,. hal. 163.
[12] Harun Nasution, Op.Cit., hal.58.
[13] Irfan Mahmud Ra’ana, Sistem Pemerintahan Ekonomi Pemerintahan  Umar ibn al-Khattab, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1997, hal. 150.
[14] Ibid., hal. 169-173
[15] Ibid., hal. 34.
[16] M.A. Sabzwari, Op.Cit., hal. 53.
[17] Badri Yatim, Op.Cit., hal. 38.
[18] M.A. Sabzwari,.Op.Cit., hal.58.
[19] Ibid., hal.96.
[20] M.A. Sabzwari. Op.Cit., hal.60
[21] Afzalurrahman,. Loc. Cit.,

Maksud dan Tujuan Norma-Norma

Posted Makalah By: Ade Setiawan[1]
Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Lampung
Konsentrasi : Hukum Bisnis dan Keuangan Syari’ah
At: 07 Oktober 2010

Download This File :
By Ziddu - here (Word)
By Mediafire - here (Pdf)
Arabic Word Tool ( Must installed ) - here
Klik aja SKIP-AD / LEWATI setelah 5 detik, trims....
Lengkap Semuanya Disini

Pendahuluan

Terjemahan :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”. (QS. Ali-Imran: 103)

Manusia, Masyarakat, dan Ketertiban Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar. Setiap manusia akan terdorong melakukan berbagai usaha untuk menghindari atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya itu.
Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia, interaksi yang terjadi pasti ada kepentingannya, sehingga bertemulah dua atau lebih kepentingan. Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Menurut Surojo Wignjodipuro, ada dua macam kontak, yaitu kontak yang menyenangkan dan kontak yang tidak menyenangkan.
Sebagaimana yang tertuang di dalam Al-qur’an surat Ali-Imran ayat 103 Allah telah memerintahkan manusia untuk saling menyatu antara satu dengan yang lain dan Allah melarang manusia untuk saling bercerai-berai agar dapat hidup berdampingan penuh kebersamaan. Untuk mengaplikasikan hal tersebut tentulah tidak semudah yang dibayangkan, oleh sebab itu diperlukan adanya suatu tatanan peraturan yang bersifat mengikat baik berupa Norma-norma ataupun berupa hukum.
Kehidupan dalam kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial. Yang dimaksud hubungan sosial adalah hubungan antar subjek yang saling menyadari kehadirannya masing-masing[2].
Dalam hubungan sosial itu selalu terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial (a web of social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat.


Pembahasan

1.  Pengertian
Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahasa latin, atau kaidah dalam bahasa arab, sedangkan dalam bahasa Indonesia sering juga disebut dengan pedoman, patokan atau aturan[3].

Norma mula-mula diartikan denga siku-siku, yaitu garis tegak lurus yang menjadi ukuran atau patokan untuk membentuk suatu sudut atau garis yang dikehendaki. Dalam perkembangannya, norma itu diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat, jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.

Sampai saat ini, baik pengertian kaidah maupun norma dipakai secara bersamaan oleh para sarjana Indonesia. Dalam bukunya “Perihal Kaidah Hukum”, Soerjono Soekanto dan Punardi Purbacaraka mengemukakan bahwa, “Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilaku atau bersikap tindak dalam hidup. Apabila ditinjau bentuk hakikatnya, maka kaedah merupakan perumusan suatu pandangan (“oordeel”) mengenai perikelakuan atau pun sikap tindak.”

Norma baru bisa dilakukan apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma mengatur tata cara berhubungan dengan orang lain, atau terhadap lingkugannya, atau juga dengan kata lain norma dijumpai dalam suatu pergaulan hidup manusia.

Dengan kata lain norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Norma juga dapat disebut sebagai peraturan hukum atau kaidah hukum yang merupakan peraturan hidup yang bersifat mengatur dan memaksa demi terjaminnya tata tertib dalam masyarakat, norma dapat dibedakan sebagai berikut.[4]
a. Cara (Usage), cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan yang lebih menonjolkan pada hubungan antar individu. Penyimpangan pada cara tidak akan mendapatkan hukuman yang berat, tetapi sekadar celaan, cemoohan, atau ejekan.
b. Kebiasaan (Folkways), kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai perbuatan tersebut.
c.  Tata Kelakuan (Mores), tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari sekelompok manusia, yang dilaksanakan atas pengawasan baik secara sadar maupun tidak sadar terhadap anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, sedangkan di lain pihak merupakan larangan sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan individu.
d. Adat Istiadat (Custom), Tata kelakuan yang terintegrasi secara kuat dengan polapola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras.

2.  Makna dan Macam-macam Norma
Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial. Adapun macam-macam norma dan sanksinya yang dibedakan berdasarkan jenis atau sumbernya, adalah sebagai berikut:[5]
a.  Norma Agama. Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan.
b.  Norma Kesusilaan. Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
c. Norma Kesopanan. Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Norma kesopanan sangat penting kia terapkan, terutama dalam bermasyarakat karna norma ini sanga erat kaitanna terhadap masyarakat sekali saja kita melanggar terhadap norma kesopan kita pasti akan mendapat sanki dari masyarakat semisal "cemoohan" atau yang lainnya
d. Norma kebiasaan. Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
e. Kode Etik. Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
f.  Norma Hukum. Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).

3.  Maksud Dan Tujuan Norma
a.  Sebagai Pembeda Antara Yang Baik dan Buruk
Yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya ialah daya pikir, akal dan nalarnya tersebut menjadikan manusia mampu membedakan antara yang benar dan salah, antara yang baik dan buruk, antara yang halal dan yang haram, antara yang pantas dan yang tidak pantas, antara yang wajar dan yang tidak wajar, dengan kata lain manusia dalam interaksinya dengan manusia lain terikat kepada norma-norma moral dan etika, keterikatan tersebut berlaku dalam semua tindakan yang dilakukan, dimana norma tersebut ada dengan maksud dan tujuan untuk mengatur tatanan dan keharmonisan kehidupan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Contoh perwujudan nya antara lain :[6]
1)  Dalam upaya mencapai tujuan, norma-norma moral dan etika pasti tidak membenarkan penggunaan segala cara untuk mencapai tujuan, berarti baik tujuan maupun cara pencapaiannya harus sama-sama dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan etika.
2) Loyalitas adalah kesetiaan kepada berbagai pihak di mana seseorang menjadi anggota misalnya kepada negara, bangsa, pemerintah, organisasi dimana seseorang berkarya, kepada atasan, rekan-rekan setingkat, dan kepada para bawahan.
3)  Kejujuran kepada diri sendiri, organisasi, mitra kerja dan masyarakat luas misalnya seorang produsen barang tertentu harus jujur dalam mempromosikan produknya dalam arti mutu, harganya, manfaatnya, jaminannya, layanan purna jualnya, dan justru tidak menggunakan teknik-teknik promosi secara tidak proporsional hanya menarik minat konsumen lama atau konsumen baru atas produk yang dihasilkannya.
4)  Etos kerja, setiap orang yang berkarya pada suatu organisasi selalu terikat pada etos kerja yang ditetapkan dan disepakati bersama, kaitanya antara lain adalah dengan produktivitas kerja, cara kerja yang efisien dan efektif, kinerja yang maksimal, mutu hasil pekerjaan yang setinggi mungkin, displin kerja antara lain dalam arti ketaatan pada jam kerja yang berlaku.
5)  Iklim keterbukaan, termasuk penciptaan suasana saling mendukung dan saling mempercayai, Aspek keterbukaan yang sering mendapat sorotan antara lain menyangkut proses perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan, pertanggung jawaban, dan pengenaan sanksi disiplin kepada para anggota organisasi yang dianggap melakukan suatu tindakan yang melanggar disiplin yang bagaimanapun beratnya, tetap harus bersifat manusiawi.
6)  Pemberdayaan sumber daya manusia dalam organisasi, sebagai sumber yang paling strategis, sumber daya manusia dalam semua organisasi akan lebih termotivasi untuk menampilkan kinerja yang memuaskan apabila manajemen memberdayakan mereka dalam kehidupan kerjanya. Salah satunya dalam bentuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal yang menyangkut pekerjaannya.
7)  Ketaatan pada peraturan perundangan-undangan, mutlak diperlukan demi terpeliharanya kehidupan sosial yang harmonis dan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengaturnya.

Jadi norma-norma moral dan etika berperan selaku “ perekat “ demi stabilitas dan solidaritas sosial yang sangat diperlukan dalam kehidupan bersama.

b.  Sebagai Perintah dan Penilaian
Norma adalah suatu sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk menertibkan, menuntut dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain, untuk bisa menjalankan fungsinya yang demikian itu, barang tentu ia harus memiliki kekuatan yang bersifat memaksa. Paksaan ini tertuju kepada anggota masyarakat dengan maksud untuk mematuhinya. Hal ini sejalan dengan Firman Allah Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 48 :

Terjemahan :
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[7] terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[8], kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al-Maaidah: 48)

Menerima dan memahami hukum sebagai perintah atau dalam artian memerintah saja kurang memberikan gambaran yang lengkap mengenainya oleh sebab itu norma yang dalam hal ini adalah norma hukum harus dipahami sebagai sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku pada anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain, dengan kata lain norma merupakan persyaratan dalam penilaian[9].

Di dalam norma hukum mengendung dua hal; a. Patokan penilaian dan b. Patokan tingkah laku. Melalui poin yang pertama, norma hukum menilai masyarakat, yaitu dengan menyatakan apa yang dianggapnya baik atau tidak. Dari penilaian ini kemudian dapat dilahirkan petunjuk tentang tingkah laku atau perbuatan-perbuatan mana yang termasuk dalam kategori harus dijalankan dan yang harus ditinggalkan.

Apabila kita memahami hukum sebagai perintah, maka sebenarnya kita hanya melihat kandungan yang kedua dari norma hukum, yaitu sebagai petunjuk tingkah laku, sebagai norma tingkah laku.      

Kesimpulan

Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Norma juga dapat disebut sebagai peraturan hukum atau kaidah hukum yang merupakan peraturan hidup yang bersifat mengatur dan memaksa demi terjaminnya tata tertib dalam masyarakat.
Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial, sehingga lahirlah beberapa norma sebagai berikut : Norma Agama, Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan, Norma kebiasaan, Kode etik, dan Norma hukum.
Adanya norma-norma tersebut dimaksudkan dan bertujuan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, agar tercipta keselarasan, keserasian, dan keharmonisan dan kerukunan kahidupan bermasyarakat sehingga diharapkan dapat menghilangkan atau meminimalisir konflik ynag terjadi diantara masyarakat.




[1] Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, Angkatan 2009.
[2] http://info.g-excess.com/id/info/HakikatNorma_dalam_Masyarakat.info
[3] http://warga-indonesia.blogspot.com/2008/06/pengertian-norma.html
[4] http://warga-indonesia.blogspot.com/2008/06/jenis-jenis-norma.html
[5] Prof. Dr. Amir Syarifudin, Garis-garis besar Fiqih, Prenada Media, Jakarta. 2003
[6] http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/nilai-sosialnorma-sosialtingkatan-norma-sosial-macam-macam-norma-sosial-dan-kode-etik/
[7] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
[8] Maksudnya: umat nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
[9] Ir. H. Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.2008