Rabu, 20 April 2011

Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun (Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun)

Narasumber: Zulhakki Himawan [1]


A.  PENDAHULUAN
            Marak dan berkembangnya ekonomi Islam pada tiga dasawarsa belakangan ini, telah mendorong dan mengarahkan perhatian para ilmuan modern kepada pemikiran ekonomi Islam klasik. Dikarenakan hasil pemikirian tentang ekonomi Islam oleh para ekonom Islam klasik tersebut merupakan pionir-pionir penting yang sukses melakukan transformasi sistem ekonomi Islam ke dalam dunia modern.
Di antara sekian banyak pemikir masa lampau yang mengkaji ekonomi Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja bapak sosiologi tetapi juga bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, Ia lebih dari tiga Abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.
Ibnu Khaldun merupakan salah seorang pemikir dan cendekiawan dalam sejarah perkembangan Islam. Kontribusi pemikiran yang disampaikannya diakui oleh banyak pihak meskipun dunia telah mengalami rangkaian evolusi yang sangat panjang selama berabad-abad.
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan barat dan timur, baik muslim maupun non-muslim. Dengan kata lain bahwa teori-teori ekonomi modern yang saat ini dipelajari di seluruh dunia, merupakan pencurian dari teori-teori yang ditulis oleh para ekonom Barat yang melakukan plagiat tanpa menyebut rujukan yang berasal dari kitab-kitab klasik tentang ekonomi Islam.
Selanjutnya pada makalah ini akan membahas mengenai riwayat hidup singkat dari Ibnu Khaldun, karya-karya yang dilahirkan beliau selama hidupnya, dan juga hasil-hasil pemikiran beliau seputar kegiatan perekonomian. Dan tak lupa sebelumnya pemakalah memohon maaf bilamana pada makalah ini terdapat kekurangan dalam hal isi maupun sistematika penulisan, besar kemungkinan pada kesempatan selanjutnya pemakalah akan mencoba belajar dan memperdalam mengenai isi dari makalah ini.

B.     PEMBAHASAN
1.      Riwayat Hidup Singkat Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibnu Khaldun.[2]
Dalam karyanya at-Ta’rif, Ibnu Khaldun menerangkan tentang dirinya dan garis keturunannya sebagai Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Abdurrahman Ibn Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (Yaman).[3] Berdasarkan silsilahnya, Ibnu Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat nabi yang terkemuka.[4]  Salah seorang cucu wail, Khail Ibnu Usman memasuki daerah Andalusia dengan orang-orang Arab penakluk di Awal abad ketiga Hijriah (Abad IX M). Kemudian anak cucunya membentuk satu keluarga yang besar dengan nama Bani Khaldun. Dari nama bani Khaldun inilah Ibnu Khaldun berasal. Bani Khaldun ini pertama kali tinggal di kota Qarmunah di Andalusia sebelum ke kota Seville.[5]
Masa kelahiran Ibnu Khaldun merupakan penghujung zaman pertengahan dan permulaan zaman Renaissance di Eropa. Ia hidup ketika umat Islam berada pada masa kemunduran dan disintegrasi yang ditandai dengan kejatuhan kekhalifahan Abbasyiah ke tangan pasukan Mongol. Sedangkan di Afrika Utara yang bersama-sama Andalusia disebut Maghrib, masa tersebut pada akhir abad VII M merupakan masa runtuhnya dinasti al-Muwahhidun.[6]
Pada waktu itu, Tunisia menjadi pusat hijrah para ulama Andalusia yang mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan disana. Kehadiran para ulama tersebut bersamaan waktunya dengan naiknya Abu al-Hasan menjadi pemimpin Daulah Bani Marin pada sekitar tahun 1347 M.
Dengan demikian, Ibnu Khaldun mendapatkan kesempatan belajar dari para ulama disamping dari ayahnya sendiri, seorang perwira militer dan administrator. Dalam usianya yang muda, Ibnu Khaldun telah menghapal al-Qur’an dan menguasai beberapa disiplin ilmu Islam seperti tajwid, tafsir, hadits, ushul fiqh, tauhid dan fiqh mazhab Maliki. Ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, tasawuf dan metafisika serta ilmu-ilmu bahasa seperi nahwu, sharaf, balaghah. Disamping itu, ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah, ekonomi, geografi, fisika dan matematika. Dalam semua bidang studinya, ia mendapat nilai yang sangat memuaskan dari guru-gurunya.[7]
Akan tetapi, studinya secara tiba-tiba terhenti akibat terjangkitnya penyakit pes pada tahun 749 H di sebagian besar belahan dunia bagian timur. Wabah itu merenggut ribuan nyawa. Akibatnya lebih jauh, penguasa bersama ulama hijrah ke Maghrib Jauh (Maroko) pada 750 H. Oleh karena itu, ia berusaha mendapatkan pekerjaan dan mencoba mengikuti jejak kakek-kakeknya di dunia politik. Komunikasi yang dijualnya dengan ulama dan tokoh-tokoh terkenal banyak membantunya dalam mencapai jabatan-jabatan tinggi.[8]
Sebagai anggota dari keluarga aristokrat, Ibnu Khaldun sudah ditakdirkan untuk menduduki jabatan tertinggi dalam administrasi negara dan mengambil bagian dalam hampir semua pertikaian politik di Afrika Utara. Pada tahun 1352 M, ketika masih berusia dua puluh tahun, ia sudah menjadi master of the seal dan memulai karir politiknya yang berlanjut hingga 1375 M. Perjalanan hidupnya beragam. Namun, baik di dalam penjara atau di istana, dalam keadaan kaya atau miskin, menjadi pelarian atau menteri, ia selalu mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa politik di zamannya, dan selalu tetap berhubungan dengan para ilmuwan lainnya baik dari kalangan Muslim, Kristen maupun Yahudi. Hal ini menandakan bahwa Ibnu Khaldu tidak pernah berhenti belajar.
Dari tahun 1375 M sampai 1378 M, ia menjalani pensiunnya di Gal’at ,sebuah puri di Provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan Muqaddimah sebagai volume pertamanya.[9] Kemudian sisa hidupnya dihabiskan di Kairo hingga ia wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H/16 Maret 1406 M dalam usia 74 tahun menurut hitungan tahun masehi dan 76 tahun menurut hitungan tahun hijriyah.[10]

2.   Karya-karya Ibnu Khaldun
Selama masa hidupnya, Ibnu Khaldun telah membuat karya tulis besar yang dinamakan Al-I’bar, Nama lengkap dari kitab ini adalah Kitab al-I’bar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi al-A’yan wa al-A’rab wa al-A’jam wa al-Barbar wa man ‘Asrahum min zawi as-Sultan al-Akbar. karya ini terdiri dari tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, diantaranya:
a.       Muqaddimah (satu volume)
Merupakan pendahuluan dari kitab Al-I’bar, Buku tersebut memuat pembahasan tentang gejala sosial, termasuk didalammnya kegiatan ekonomi
b.      Al-I’bar (empat volume)
Buku yang memuat uraian tentang berita-berita mengenai bangsa Arab, generasi dan Negara-negara mereka sejak permulaan terciptanya ala mini hingga masanya Ibnu Khaldun. Di dalamnya, disebutkan pula secara ringkas bangsa-bangsa dan Negara-negara terkenal yang pernah hidup semasa dengan bangsa Arab, misalnya bangsa Nabata, Suryani, Persia, Bani Israil, Koptik, Yunani, Romawi, Turku dan bangsa Eropa.

c.       At-Ta’rif bi Ibn Khaldun (dua volume)
Buku ini merupakan buku autobiografi dari Ibnu Khaldun, kemudian ia uraikan sebagian besar peristiwa yang ia alami semasa hidupnya.  Selain mengungkapkan kepribadiannya, terdapat pengungkapan tokoh-tokoh yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan politik dunia Islam saat itu, khususnya di daerah Maghribi.

3.   Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun
      Pada kitab yang dibuat oleh Ibnu Khaldun tersebut, banyak uraian  yang menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan perekonomian, yaitu:
a.       Mekanisme Pasar
Ibnu Khaldun secara khusus memberikan ulasan tentang harga dalam bukunya al-Muqaddimah pada suatu bab berjudul ”Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap.[11]
      Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok menjadi prioritas.[12] Jadi suatu harga ditentukan oleh jumlah distribusi ataupun penawaran suatu daerah, dikarenakan jumlah penduduk suatu kota besar yang padat dan memiliki jumlah persediaan barang pokok yang melebihi kebutuhan dan kemudian memiliki tingkat penawaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil yang memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit. Yang kemudian akan berdampak pada harga yang relatif lebih murah.
      Begitu sebaliknya, supply bahan pokok suatu kota kecil yang relatif lebih sedikit, dengan terbatasnya persediaan maka harga juga akan relatif mahal.
Sedangkan permintaan pada bahan-bahan pelengkap akan meningkat sejalan dengan berkembangnya suatu kota dan berubahnya gaya hidup, dikarenakan segala kebutuhan pokok dengan mudah mereka dapati dan seiring dengan bertambahnya kebutuhan lain, maka tingkat permintaan pada bahan pelengkap akan naik, walaupun dengan tingkat harga yang relatif mahal dan jumlah barang yang relatif sedikit, dikarenakan terdapat banyak jumlah orang kaya disana, maka mereka pun sanggup membayar dengan tingkat permintaan yang tinggi yang kemudian akan berdampak pada naiknya harga tersebut.
Istilah dari ekonomi kontemporer terhadap teori pada paragraf sebelumnya ialah, terjadinya suatu peningkatan disposible income dari penduduk suatu kota besar. Dengan naiknya disposible income tersebut dapat meningkatkan marginal propensity to consume terhadap barang-barang mewah dari setiap penduduk kota tersebut.
Pada bagian lain, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun.[13] Jadi kemudahan dalam hal pendistribusian akan berpengaruh pada kestabilan harga.
Berikut beberapa faktor menurut Ibnu Khaldun yang dijadikan indikator dalam kegiatan suatu perekonomian di suatu pasar.
1)      Faktor-faktor penentu keseimbangan harga
a)      Kekuatan Permintaan dan Penawaran
b)      Tinggi rendahnya suatu pajak (bea cukai)
c)      Biaya Produksi
d)      Perilaku penimbuan (Monopoli)
2)      Faktor-faktor penentu Penawaran
a)      Tingkat Permintaan
b)      Tingkat keuntungan relatif
c)      Tingkat usaha manusia
d)      Besarnya tenaga buruh (tingkat ketrampilan)
e)      Ketenangan dan Keamanan
3)      Faktor-faktor penentu Permintaan
a)      Pendapatan
b)      Jumlah penduduk
c)      Kebiasaan masyarakat (adat istiadat)
d)      Tingkat pembangunan
e)      Tingkat kesejahteraan masyarakat

Dalam hal ini, pengaruh permintaan dan penawaran terhadap penentuan harga tidak begitu baik dipahami di dunia barat sampai akhir abad ke-19 dan 20. Para ekonom Inggris pra-klasik dan bahkan pendiri aliran klasik, Adam Smith, secara umum hanya menekankan pada peranan biaya produksi, khususnya peranan pekerja buruh dalam penentuan harga.[14]
Istilah permintaan dan penawaran dalam literatur bahasa Inggris pertama kali digunakan sekitar tahun 1767, meski demikian pengaruh permintaan dan penawaran dalam penentuan harga di pasar baru dikenal pada dekade kedua di abad ke-19. Padahal Ibnu Khaldu telah menemukan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap penentuan harga. Ia mengemukakan bahwa dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.[15]

b.      Keuntungan
Keuntungan menurut Ibnu Khaldun, adalah nilai yang timbul dari kerja manusia, yang diperoleh dari usaha untuk mencapai barang-barang dan perhatian untuk memilikinya. Oleh karena itu, kerja manusia merupakan elemen penting dalam proses produksi.
Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa nilai sesuatu itu terletak pada kerja manusia yang dicurahkan kepadanya, atau dengan kata lain subtansi nilai itu adalah kerja, dan segala yang terpenting dalam kerja tersebut adalah pencurahan tenaga untuk memproduksi sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Khalifah Ali ra, ”Nilai setiap orang terletak pada keahlian yang dimilikinya”.[16] Pengertian tersebut mengartikan bahwasanya derajat seseorang ditentukan oleh ilmu yang dimilikinya.
Terdapat hubungan timbal balik antara nilai kerja dan hasil kerja produksi, ini berarti bila kualitas dan kuantitas nilai kerja menurun, maka nilai produksi pun akan menurun, begitupun sebaliknya.
Dalam konsep keuntungan menurut Ibnu Khaldun, nilai kerja menempati poin sentral dalam teori produksi, ia mengharuskan dalam setiap penentuan biaya produksi, biaya tenaga kerja harus dimasukkan kedalamnya karena dengan adanya usaha dan kerja, laba dan keuntungan akan diperoleh, dan bila tidak ada kerja maka tidak akan ada produksi.[17]

c.       Pembagian Kerja
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa apabila pekerjaan dibagi-bagi diantara masyarakat berdasarkan spesialisasi, menurutnya akan menghasilkan output yang lebih besar. Konsep pembagian kerja Ibnu Khaldun ini berimplikasi pada peningkatan hasil produksi.
Dan sebagaimana teori division of labor nya Adam Smith (1729-1790), pembagian kerja akan mendorong spesialisasi, dimana orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing, hal ini akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, pada akhirnya akan meningkatkan hasil produksi secara total.[18]

d.      Keuangan Publik
Berkenaan dengan keuangan publik dalam hal ini pajak, yang berfungsi sebagai sumber utama pemasukan negara, haruslah dikelola dengan sebaik mungkin, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal, yang nantinya dapat digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial rakyat.
Dalam hal ini, menurut Ibnu Khaldun, keberadaan departemen perpajakan sangat penting bagi kekuasaan raja (pemerintah). Jabatan ini berkaitan dengan operasi pajak dan memelihara hak-hak negara dalam masalah pendapatan dan pengeluaran negara.
Ibnu Khaldun berpendapat dalam hal pajak, haruslah berdasarkan pemerataan, kenetralan, kemudahan, dan produktivitas.

e.       Standar Kekayaan Negara
Menurut Ibnu Khaldun, kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi kekayaan suatu negara ditentukan oleh tingkat produksi domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut.[19] Dengan demikian, negara yang makmur adalah negara yang mampu memproduksi lebih banyak dari yang dibutuhkan, sehingga kelebihan hasil produksi tersebut diekspor, dan pada akhirnya akan menambah kemakmuran di negara tersebut.
Berikut merupakan konsep ekonomi menurut Ibnu Khaldun sebagai indikator dari kekayaan suatu negara,
1)      Tingkat Produk Domestik Bruto
Bila suatu negara mencetak uang dengan sebanyak-banyaknya, itu bukan merupakan refleksi dari pesatnya pertumbuhan sektor produksi (baik barang maupun jasa). Maka uang yang melimpah itu tidak ada artinya, yang membuat jumlah uang lebih banyak dibanding jumlah ketersediaan barang dan jasa.
2)      Neraca Pembayaran Positif
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Neraca pembayaran  yang positif menggambarkan dua hal:
a)      Tingkat produksi yang tinggi.
Jika tingkat produksi suatu negara tinggi dan melebihi dari jumlah permintaan domestik negara tersebut, atau supply lebih besar dibanding demand. Maka memungkinkan negara tersebut melakukan kegiatan ekspor.
b)      Tingkat efisiensi yang tinggi
Bila tingkat efisiensi suatu negara lebih tinggi dibanding negara lain, maka dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke negara lain dengan harga yang lebih kompetitif.
f.        Perdagangan Internasional
Teori Ibnu Khaldun tentang pembagian kerja (division of labor) merupakan embrio dari teori perdagangan internasional yang berkembang pesat pada era merkantilisme di abad ke-17. Hal itu disadari analisisnya tentang pertukaran atau perdagangan diantara negara-negara miskin dan negara kaya yang menimbulkan kecenderungan suatu negara untuk mengimpor ataupun menekspor dari negara lain. Bagi penganut paham merkantilisme, sumber kekayaan negara adalah dari perdagangan luar negeri, dan uang sebagai hasil surplus perdagangan adalah sumber kekuasaan.
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa melalui perdagangan luar negeri, kepuasan masyarakat, keuntungan pedagang dan kekayaan negara semuanya meningkat. Dan barang-barang dagangan menjadi lebih bernilai ketika para pedagang membawanya dari suatu negara ke negara lain. Perdagangan luar negeri ini dapat menyumbang  secara positif kepada tingkat pendapatan negara lain.
Perdagangan luar negeri ini dapat menyumbang secara positif kepada tingkat pendapatan negara, tingkat pertumbuhan serta tingkat kemakmuran. Jika barang-barang luar negeri memiliki kualitas yang lebih baik dari dalam negeri, ini akan memicu impor. Pada saat yang sama produsen dalam negeri harus berhadapan dengan produk berkualitas tinggi dan kompetitif sehingga mereka harus berusaha untuk meningkatkan produksi mereka.

g.       Konsep Uang
Ibnu Khaldun secara jelas mengemukakan bahwa emas dan perak selain berfungsi sebagai uang juga digunakan sebagai medium pertukaran dan alat pengukur nilai sesuatu. Juga pula uang itu tidak harus mengandung emas dan perak, hanya saja emas dan perak dijadikan standar nilai uang, sementara pemerintah menetapkan harganya secara konsisten. Oleh karena itu Ibnu Khaldun menyarankan agar harga emas dan perak itu konstan meskipun harga-harga lain berfluktuasi.
Berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun diatas, sebenarnya standar mata uang yang ia sarankan masih merupakan standar emas hanya saja standar  emas dengan sistem the gold bullion standard, yaitu ketika logam emas bukan merupakan alat tukar namun otoritas moneter menjadikan logam tersebut sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar. Koin emas tidak lagi secara langsung dipakai sebagai mata uang. Dalam sistem ini, diperlukan suatu kesetaraan antara uang kertas yang beredar dengan jumlah emas yang disimpan sebagai back up. Setiap orang bebas memperjualbelikan emas, tetapi pemerintah menetapkan harga emas.
Mengenai nilai tukar mata uang, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang beredar di negara tersebut, tetapi oleh tingkat produksi dan neraca pembayaran yang positif. Ia menyatakan bahwa nilai uang di suatu negara merefleksikan kemampuan produksi dari negara tersebut. sehingga bila kemampuan produksinya menurun, maka nilai uangnya akan menurun, dan harga secara berkesinambungan akan meningkat, dan pada kondisi ini inflasi terjadi. Karena itu, dalam perdagangan internasional, nilai tukar uang antar negara sebenarnya tergantung pada kemampuan masing-masing negara memperoleh neraca pembayaran positif.

h.       Kesejahteraan Masyarakat
Kesejahteraan dan pembangunan, menurut Ibnu Khaldu, bergantung pada aktivitas ekonomi, jumlah dan pembagian tenaga kerja, luasnya pasar, tunjangan dan fasilitas yang disediakan negara, serta peralatan. Pada gilirannya tergantung pada tabungan atau surplus yang dihasilkan setelah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan, maka negara akan semakin besar. Pendapatan yang besar akan memberikan kontribusi terhadap tingkat tabungan yang lebih tinggi dan investasi yang lebih besar untuk peralatan dan dengan demikian akan ada kontribusi yang lebih besar di dalama pembangunan dan kesejahteraan.
      Alat untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan yang paling utama menurut Ibnu Khaldun adalah masyarakat, pemerintah, dan keadilan. Di masyarakat, solidaritas diperlukan untuk meningkatkan kerja sama, sehingga akan meningkatkan produktivitas, solidaritas akan menguat jika ada keadilan.


Kesimpulan

Dari uraian pada makalah ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya sosok Ibnu Khaldun merupakan seorang yang semasa hidupnya mengkritisi setiap fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitar masyarakat. Terlihat dari hasil karyanya yang berjudul al-I’bar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi al-A’yan wa al-A’rab wa al-A’jam wa al-Barbar wa man ‘Asrahum min zawi as-Sultan al-Akbar, yang membahas membahas tentang fenomena-fenomena yang terjadi pada lingkungan masyarakat, termasuk didalamnya tentang kegiatan perekonomian. Sehingga dari hasil karyanya tersebut Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan barat dan timur, baik muslim maupun non-muslim.



[1] Mahasiswa Konsentrasi Hukum Bisnis Dan Keuangan Syariah, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Program Pasca Sarjana Iain Raden Intan Lampung.
[2] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Gramata, Jakarta, 2010, hal. 225
[3] Ibid, hal. 225
[4] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali, Jakarta, hal. 393
[5] Opcit, hal 225
[6] Zainab al-Khudari, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, Pent. Ahmad Rafi’ Usmani, Pustaka,Bandung,  hal.9.
[7] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Gramata, Jakarta, hal. 226
[8] Ensiklopedi Islam jilid II, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve,1997 hal.158.
[9] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali, Jakarta, hal. 393
[10] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Gramata, Jakarta, hal.. 230
[11] Ibid, hal.236
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Ibid, Hal. 245