Selasa, 20 September 2011

Baitul Maal wa Tamwil (BMT)


Sumber: Bambang Sugeng[1]


Pembahasan tinjauan tentang BMT terbagi menjadi lima bagian yakni ; pengertian BMT, asas dan landasan BMT, prinsip operasional BMT, penghimpunan dana, produk pembiayaan BMT.


1.      Pengertian BMT
Baitul Maal wa Tamwil lebih dikenalnya dengan sebutan BMT. Yang terdiri dari dua istilah yakni baitul maal dan baitul tamwil. Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha.[2] Bait yang artinya rumah dan tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal katanya maal atau harta. Jadi berikut tamwil dimaknai sebagai tempat untuk mengembangkan usaha atau tempat mengembangkan harta kekayaan.[3]

Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha non profit yang mengumpulkan dana dari zakat, infaq dan sadaqah kemudian disalurkan kepada yang berhak. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial profit untuk menciptakan nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi.[4]

Menurut Muhammad Ridwan, baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dan sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. Selanjutnya dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT adalah merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.[5]

Definisi BMT menurut operasional PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) dalam peraturan dasar yakni “Baitul Maal Wat Tamwil adalah suatu lembaga ekonomi rakyat kecil, yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi.”[6]

Dari definisi tersebut di atas mengandung pengertian bahwa BMT. Merupakan Lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah dan kecil dengan berlandaskan sistem syariah, yang mempunyai tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dan mempunyai sifat usaha yakni usaha bisnis, mandiri, ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara professional. Sedangkan dari segi aspek Baitul Maal dikembangkan untuk kesejahteraan sosial para anggota, terutama dengan menggalakkan zakat, infaq, sadaqah dan wakaf (ZISWA) seiring dengan penguatan kelembagaan bisnis BMT.[7]


2.      Asas dan Landasan BMT
BMT berazaskan Pancasila dan UUD’45 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan dan ketaqwaan.[8]

Sedangkan menurut Muhammad Ridwan yakni : BMT berazaskan Pancasila dan UUD’45 serta berdasarkan Prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.[9]

Adapun status dan legalitas hukum, BMT dapat memperoleh status kelembagaan sebagai berikut :
a.       Kelompok swadaya masyarakat yang berada di bawah pengawasan PINBUK berdasarkan Nashkah Kerjasama YINBUK dengan PHBK – Bank Indonesia.
b.      Berdasarkan Hukum Koperasi :
·        Koperasi simpan pinjam syariah (KSP Syariah).
·        Koperasi serba usaha syariah (KSU Syariah) atau Koperasi Unit Desa Syariah (KUD Syariah).
·        Unit Usaha Otonom dari Koperasi seperti KUD, Kopontren atau lainnya.[10]

Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah, di dalamnya mengandung keterpaduan sisi sosial dan bisnis, dilakukan secara kekeluargaan dan kebersamaan untuk mencapai sukses kehidupan di dunia dan di akhirat.


3.      Prinsip Operasional BMT
BMT dalam melaksanaan usahanya di dalam praktek kehidupan nyata mengedepankan nilai-nilai spiritual, kebersamaan, mandiri, konsisten. Maka BMT berpegang teguh pada prinsip-prinsip adalah sebagai berikut :
a.    Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
b.    Keterpaduan (Kaffah) di mana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, progressif, adil dan berakhlak mulia.
c.    Kekeluargaan atau koperasi.
d.    Kebersamaan.
e.    Kemandirian.
f.      Profesionalisme.
g.    Istiqomah, konsisten, konsekuen, kontinuitas atau berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya : dan hanya kepada Allah kita berharap.[11]

Selain prinsip-prinsip tersebut di atas BMT juga berprinsip muamalat dalam bidang ekonomi yang menjiwai dan memotivasi yakni :
a.     Dalam melakukan segala kegiatan ekonomi.
b.    Dalam bagi hasil keuntungan baik dalam kegiatan usaha maupun dalam kegiatan intern lembaga BMT.
c.     Dalam pembagian sisa hasil usaha dan balas jasa didasarkan atas keterlibatan anggota dalam memajukan BMT.
d.    Dalam mengembangkan sumber daya manusia;
e.     Dalam mengembangkan sistem dan jaringan kerja, kelembagaan dan manajemen.[12]

Prinsip-prinsip tersebut merupakan perilaku lembaga BMT yang menjiwai dalam mengaplikasikan akad-akadnya di dalam praktek kehidupan sehari-harinya. Hal ini telah diuraikan dengan jelas oleh Muhammad Ridwan bahwa prinsip-prinsip BMT adalah sebagai berikut :
a.     Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
b.    Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggunakan mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progressif adil dan berakhlaq mulia. Keterpaduan antara zikir, fikir dan ukir yakni keterpaduan antara sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
c.     Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus dan semua lininya serta anggota dibangun atas dasar rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung (ta’aruf, ta’awun, tasamuh, tausiah dan takafuli).[13]
d.    Kebersamaan yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus memiliki satu visi-misi dan berusaha bersama-sama untuk mewujudkan atau mencapai visi-misi tersebut serta bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
e.     Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri berarti juga tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan bantuan tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya.
f.      Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi (‘amalussolih),[14] yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia, tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan bekal pengetahuan yang cukup, ketrampilan yang terus ditingkatkan serta niat dan ghirah yang kuat. Semua itu dikenal dengan kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual. Sikap profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar guna mencapai tingkat standar kerja yang tinggi.
g.     Istiqomah ; konsisten, konsekuen, kontinuitas tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap.[15]


4.      Penghimpun Dana
Penghimpunan dana adalah kegiatan usaha BMT yang dilakukan dengan kegiatan usaha penyimpanan. Simpanan merupakan dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, atau BMT lain dalam bentuk simpanan dan simpanan berjangka.

Yang dimaksud simpanan adalah merupakan simpanan anggota kepada BMT yang penyetoran dan pengambilannya dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan yang dimaksud simpanan berjangka adalah simpanan BMT yang penyetorannya hanya dilakukan sekali dan pengambilannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu menurut perjanjian antara BMT dengan anggotanya.[16]

Adapun pengertian simpanan menurut undang-undang no. 7 tahun 1992 dalam pasal 1(5) yakni ; “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.[17]

Adapun bentuk simpanan yang diselenggarakan oleh BMT berupa simpanan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu, maka bentuk simpanan di BMT adalah sangat beragam sesuai kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut.

Dalam PINBUK simpanan tersebut dapat digolongkan ;
a.       Simpanan pokok khusus. Adalah simpanan pendiri kehormatan yaitu anggota yang membayar simpanan pokok khusus minimal 20% dari jumlah modal BMT.
b.      Simpanan pokok. Adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota pendiri dan anggota biasa ketika ia menjadi anggota. Besarnya ditentukan dalam Anggaran Dasar BMT.
c.       Simpanan wajib adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota pendiri dan anggota biasa secara berkala. Besar dan waktu pembayarannya ditentukan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.      Simpanan Sukarela
·        Simpanan sukarela adalah simpanan anggota selain simpanan pokok khusus, simpanan pokok dan simpanan wajib.
·        Simpanan sukarela dapat disetor dan ditarik sesuai dengan perjanjian yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan aturan khusus BMT.
·        Simpanan sukarela terdiri dari 2 macam akad :
a)      Simpanan sukarela dengan akad dhomanah yaitu simpanan dengan berupa titipan (wadi’ah) anggota pada BMT.
b)      Akad Mudarabah yaitu simpanan bagi hasil di mana si penyimpan mendapat bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh BMT sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil dan ikut menanggung kerugian bila BMT mengalami kerugian.
c)      Simpanan sukarela dibedakan menjadi :
1)      Simpanan sukarela biasa yaitu simpanan yang bisa ditarik sewaktu-waktu sesuai aturan yang ditetapkan.
2)      Simpanan sukarela berjangka yaitu simpanan yang hanya bisa ditarik pada waktu yang telah disepakati.[18]

Pada umumnya akad yang mendasari berlakunya simpanan di BMT adalah akad wadi’ah dan mudarabah berdasarkan fatwa Dewan. Syariah Nasional No. 02/DSN - MUI/IV/2000 dan No.03/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000.[19]
a.     Simpanan wadi’ah, ialah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik oleh pemiliknya atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga, pemindah bukuan atau transfer dan perintah membayar lainnya.[20]
 Simpanan yang berakad wadi’ah ada dua macam :
·    Wadi’ah amanah. Pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada prinsip sebagai biaya penitipan.
·    Wadi’ah yad damanah. Pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan[21] Dalam hal ini pihak penerima titipan (BMT) mendapat hasil dari pengguna dana. Pihak penerima titipan (BMT) dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
b.    Simpanan Mudarabah, ialah simpanan pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatin sebelumnya. Pada simpanan Mudārabah berdasarkan Nisbah yang disepakati.
c.     Variasi jenis simpanan yang berakad mudarabah ini dapat dikembangkan ke dalam berbagai variasi, misalnya :
Simpanan Idul Fitri, Simpanan Idul Qurban, Simpanan Haji, Simpanan Pendidikan, Simpanan Kesehatan, dll.[22]

Secara garis besarnya simpanan Mudārabah terbagi menjadi dua jenis yakni : Mudārabah mut laqoh dan Mudārabah muqayyadah.[23]
a.     Mudarabah Mutlaqoh
Sahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya mudarib diberi wewenang penuh mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha dan jenis pelayanannya. Maka aplikasi BMT yang sesuai dengan akad ini adalah tabungan dan deposito.
b.    Mudārabah Muqayyadah
Sahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudarib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh sahibul maal. Misalnya hanya untuk jenis usaha tertentu saja, tempat tertentu, waktu tertentu dan lain-lain.
Maka aplikasi BMT yang sesuai dengan akad ini adalah simpanan khusus. Pengembangan produk simpanan wadi’ah dan Mudārabah tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing BMT dan selera calon anggota. BMT dapat berinovasi mengembangkan kemasan produk simpanan, sehingga lebih diminati oleh anggota.

Dengan demikian produk simpanan wadi’ah dan Mudārabah tersebut sumber dananya berasal dari anggota dan masyarakat calon anggota dalam bentuk simpanan, deposito maupun bentuk-bentuk hutang yang lain, menggalang kerja sama dengan bank syariah maupun antar BMT sendiri.


5.      Produk Pembiayaan BMT
Pembiayaan merupakan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan.
Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari anggotanya. [24]
Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (12) adalah: Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang dan tagihan tersebut. Setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[25]
Pembiayaan dalam BMT adalah menganut prinsip Syari’ah, yang dimaksud prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara pihak BMT atau pihak bank dan pihak lain untuk pembiayaan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Dalam PINBUK pembiayaan adalah dana yang ditempatkan BMT kepada anggotanya untuk membiayai kegiatan usahanya atas dasar jual beli dan perkongsian (syirkah).

Adapun jual beli dapat dilakukan dengan akad :
a.       al Bai’u Bitsaman Ajil (BBA) yaitu pembiayaan akad jual beli dengan pembayaran kembali (harga pokok dan keuntungan) secara angsuran.
b.      al-Murabahah (MBA) yaitu pembiayaan akad jual beli dengan pembayaran kembali (harga pokok dan keuntungan) setelah jatuh tempo.

Sedangkan perkongsian (syirkah)_ dapat dilakukan dengan akad :
a.       al-Musyarakah (MSA) adalah pembiayaan akad kerja sama (syirkah) di mana BMT dan anggota membiayai usaha dengan penyertaan manajemen BMT di dalamnya.
b.      al-Mudarabah (MDA) adalah pembiayaan akad kerjasama (syirkah) di mana BMT dan anggota membiayai usaha tanpa penyertaan manajemen BMT di dalamnya.[26]

Sedangkan menurut Muhammad, ada berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang kesemuanya itu mengacu pada dua jenis akad yakni: Akad Syirkah dan akad jual beli.
Dari kedua akad ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh BMT dan anggotanya dan semuanya itu mengacu pada fatwa Dewan Syarikh Nasional (DSN) sebagai pedoman. Diantara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT, yakni :
a.       Pembiayaan Bai’u bitsaman Ajil (BBA) pembiayaan berakad jual beli. Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, di mana BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati.
b.      Pembiayaan murabahah (MBA). Pembiayaan berakad jual beli yang mana prinsip yang digunakan sama seperti pembiayaan Bai’u Bitsaman Ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo.
c.       Pembiayaan Mudārabah (MBA). Pembiayaan dengan akad Syirkah adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota di mana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
d.      Pembiayaan Musyarakah (MSA). Pembiayaan dengan akad Syirkah. Adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan.
e.       Pembiayaan al-Qordul Hasan. Pembiayaan dengan akad ibadah. Adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggotanya. Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini.[27]

Secara umum produk pembiayaan yang berlaku di BMT dibagi menjadi empat prinsip adalah sebagai berikut :
a.       Prinsip Bagi Hasil
Pada dasarnya bagi hasil merupakan produk inti bagi BMT, karena mengandung keadilan ekonomi dan sosial. Dengan bagi hasil BMT akan turut menanggung hasil keuntungan maupun rugi terhadap usaha yang dibiayainya. Setelah terjadi akad pembiayaan tersebut, BMT masih punya tanggung jawab lainnya. Jika dilihat dari sisi administratif sistem ini memang terasa rumit dan sulit, tetapi dari sisi keadilan bagi hasil menjadi sangat penting.
Sistem bagi hasil dalam BMT dapat diterapkan dengan empat model yakni: Mudārabah, musyarakah, muzara’ah-mukhabarah (sektor pertanian), musaqah (sektor perkebunan).
b.      Prinsip Jual Beli
Produk ini dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar yang mungkin tidak bisa dimasukkan dalam akad bagi hasil. Pada umumnya dalam BMT akad jual beli yang sering dipakai ada tiga akad yakni : Bai’ Al Murabahah, bai’al Salam, Bai’al Istishna’.
c.       Prinsip Sewa
Yang dimaksud sewa adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan perpindahan kepemilikan barang.
Pada umumnya di BMT akad ijarah atau sewa dikembangkan ke dalam bentuk akad ijarah Muntahiya bit Tamlik yakni akad sewa yang diakhiri dengan jual beli.
d.      Prinsip Jasa
Produk layanan jasa ini bagi BMT juga bersifat pelengkap terhadap berbagai layanan yang ada. Adapun pengembangan produk jasa layanan tersebut meliputi :
·        Al wakalah yakni, berarti wakil atau pendelegasian untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
·        Al Kafalah yakni pengalihan tanggung jawab dari satu orang kepada orang lain.
·        Al Hawalah yakni akad pengalihan hutang dari seseorang kepada orang lain yang sanggup menanggungnya.
·        Ar-Rahn. Ialah merupakan akad untuk menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
·        Al qard. Merupakan bagian dari transaksi ta’awuni atau tolong menolong dan bukan komersial.
·        Sumber dana al-qard dapat dibedakan menjadi dua :
1)      Dana yang berasal dari penyisihan modal BMT. Dana ini hanya digunakan untuk pembiayaan sosial.
2)      Dana yang berasal dari zakat, infaq dan sadaqah.[28]

Dari uraian di atas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ialah kegiatan yang berupa penyediaan dana berupa uang dan barang dari pihak BMT kepada nasabah sesuai kesepakatan, yang mewajibkan pihak yang menerima dana untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, yang didasari prinsip syariah yaitu prinsip mudarabah, musyarakah, murabahah dan ijarah.


[1] Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Konsentrasi Hukum Bisnis Syari’ah (Get From Internet – Pdf Document)
[2] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta : UII Press, 2004), hal : 126.
[3] Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pusat Pengembangan Usaha Kecil dan Kewirausahaan (PPUK) Muhammadiyah, Pedoman Cara Pendirian BTM dan BMT di Lingkungan Muhammdiyah, Cet I (Jakarta : tnp, 2002), hal. 1-5.
[4] Gita Danupranata, Ekonomi Islam, (Yogyakarta : UPFE-UMY, 2006), hal. 56.
[5] M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Cet I ( Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2006), hal. 75.
[6] PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil), Peraturan Dasar dan Contoh AD – ART BMT. (Jakarta : Nusantara. Net. Id. Tt). Hal. 1.
[7] PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, Cet. II (Jakarta : Wasantara. Net. Id, tt), hal. 2
[8] PINBUK, Peraturan Dasar. hal. 2
[9] Muhammd Ridwan, Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Cet. I (Yogyakarta : Citra Media, 2006), hal. 6. PINBUK, Pedoman., hal. 2
[10] PINBUK, Peraturan Dasar, hal. 4
[11] PINBUK, Pedoman., hal. 3
[12] Ibid.
[13] Ta’aruf : Saling Mengenal, Ta’awun : saling menolong, tasamuh : saling menghormati-menghargai, tausiah : saling menasehati-mengingatkan, takafuli - saling menanggung.
[14] Amal soleh tidak saja diartikan sebagai bentuk ibadah khusus tetapi dipahami secara umum termasuk berkarya atau kinerja yang tinggi, selama dilandasi dengan niat karena Allah SWT.
[15] Muhammad Ridwan, Sistem dan Prosedur., hal. 7
[16] Ibid., hal. 106
[17] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Dalam Lampiran, Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998), Edisi VI, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005), hal. 396
[18] PINBUK, Peraturan Dasar., hal. 15
[19] Kerjasama Dewan Syariah Nasional MUI – Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ed. Revisi, cet. III (Cipayung Ciputat : CV Gaung Persada, 2006) hal. 8, 14.
[20] Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, cet. I (Yogyakarta : UII Press, 2000). Hal. 118
[21] Muhamamd Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. 1 (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hal. 150.
[22] Muhamad, Lembaga-lembaga Keuangan., hal. 118
[23] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah., hal. 150.
[24] Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan., hal. 119
[25] Kasmir, Bank Dan., hal. 397.
[26] PINBUK, Peraturan Dasar., hal. 16
[27] Muhammad, Lembaga-lembaga., hal. 120.
[28] Muhammad Ridwan, Sistem dan Prosedur., hal. 41