Senin, 23 Februari 2015

Zakat: Menurut Bahasa dan Istilah

a.       Zakat ditinjau dari bahasa.[1]
Zakat secara bahasa dalam kamus istilah fiqih berarti tumbuh, suci, baik, dan berkah. Zakat berarti pembersih (tazkiyyah) yakni pembersih terhadap jiwa.
1)      Tumbuh artinya menunjukkan bahwa benda yang dikenai zakat adalah benda yang tumbuh dan berkembang biak (baik dengan sendirinya atau dengan diusahakan, lebih-lebih dengan campuran antara keduanya) dan jika benda-benda tersebut telah dizakati maka ia akan lebih tumbuh dan berkembang biak serta menumbuhan mental kemanusiaan dan keagamaan pemiliknya (muzakki) dan penerimanya (mustahiq)
2)      Suci artinya bahwa benda yang dikenai zakat adalah benda suci. Suci dari usaha haram, jika telah dizakati akan mensucikan mental muzakki dari akhlaq jelek, tingkah laku yang tidak senonoh dan dosa, juga bagi Mustahiqnya.
3)      Baik artinya menunjukkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah benda yang baik mutunya dan jika itu telah dizakati maka kebaikan mutunya akan meningkat, serta akan meningkatkan mutu muzakki dan mustahiqnya.
4)      Berkah artinya menunjukkan bahwa benda yang telah dizakati adalah benda yang mengandung berkah, (dalam arti potensial) ia potensial bagi perekonomian dan membawa berkah bagi setiap orang yang terlibat didalamnya jika benda tersebut telah dikeluarkan zakatnya.

Al-Qur’an
1)      Firman Allah dalam surat At Taubah ayat 103 :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.”
2)      Dalam surat At Taubah ayat 34 :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
3)      Dalam Al - Qur’an juga diatur bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 kategori, seperti dijelaskan dalam Q.S. Al-Taubah: 60[2]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang–orang miskin, pengurus–pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang–orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang- orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (Q.S. Al – Taubah : 60)

b.      Zakat ditinjau dari istilah
Menurut istilah zakat mempunyai beberapa pengertian yang dapat penulis paparkan sebagai berikut :
1)      Zakat menurut istilah agama Islam adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.[3]
2)      Zakat adalah bagian harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu. Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab jumlah minimum harta yang dikeluarkan zakatnya. Haul (jangka waktu tertentu seseorang mengeluarkan zakat dari hartanya) dan kadarnya (ukuran besarnya zakat yang harus dikeluarkan).[4]
3)      Zakat adalah suatu kewajiban Syar’i yang diwajibkan Islam atas umat Islam yang dipandang kaya.[5]
4)      Dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan : “Zakat menurut istilah adalah nama untuk ukuran harta tertentu yang diberikan pada golongan tertentu dengan beberapa syarat.[6]
Zakat disebut juga infaq karena hakekatnya zakat adalah penyerahan harta untuk kebijakan-kebijakan yang diperintahkan Allah SWT. Zakat disebut shadaqah karena salah satu tujuan utama zakat adalah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Zakat disebut hak karena merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq).[7]


[1] Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung; Remaja Grafindo Rosda Karya, 2003, hlm : 76
[2] Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999, hlm: 297-298.
[3] Ibid, hlm: 288.
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (hukum fiqh Islam), Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2007, hlm: 192.
[5] M. Daud Ali dan Habibah, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1995, hlm : 241
[6] M. Abu Zahra, Membangun Masyarakat Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, hlm: 152 19
[7] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm: 9