Rabu, 20 April 2011

Hukum Islam Tantang Deposito Bank


Nara Sumber : Ade Setiawan, S.H.I.[1]


Pendahuluan

Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari’ah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjmkan uang untuk kepentingan konsumsi, dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.[2]

Sebagaimana yang telah dikatakan diatas bahwa fungsi bank tidak hanya sebagai penyalur dana, akan tetapi fungsi bank juga sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat, di mana penghimpunan dana tersebut dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito dengan menggunakan prinsip Wadhi’ah dan Mudharabah.

Dalam hal deposito, bank syari’ah menerapkan akad Mudharabah. Seperti dalam tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibull mal dan bank selaku mudharib. Dalam akad ini disyaratkan adanya tenggang waktu, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari, dan seterusnya, adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan dimaksudkan agar dana yang didepositokan tersebut dapat diputarkan.


Pembahasan

1.      Dasar Hukum Deposito Syari’ah

Terjemahan :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. an-Nisaa’:9)

Terjemahan :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. an-Nisaa’ : 58 )


Terjemahan :
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (Q.S. al-Baqarah : 266)

Artinya :
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang  (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Baqarah : 283)

Terjemahan :
“Abu hurairah meriwayatkan bahwa Rasulluh SAW. Bersabda, “sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.” ( HR Abu Dawud dan menurut Tirmidzi hadits ini hasan, sedangkan Imam Hakim mengategorikannya sahih)[3]


2.      Pengertian Deposito

Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankkan, yang dimaksud deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya bias dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.[4] Sedangkan yang dimaksud dengan deposito syari’ah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam hal ini dewan syari’ah nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.[5]

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank. Dalam deposito mudharabah, simpanan berupa investasi tidak terikat oleh pihak ketiga yang berhubungan dengan bank syari’ah. Penarikan deposito hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah pemilik dana (Shahibil Maal) dengan bank (Mudharib) sebagai pengelola dana. Pembagian hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama, namun bank sebagai mudharib tidak menjamin dana nasabah kecuali diatur lain dalam perundang-undangan yang berlaku.[6]

Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syari’ah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga. Dengan demikian, bank syari’ah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beri’tikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Disamping itu, bank syari’ah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syari’ah.

Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syari’ah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut bank tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.[7]


3.      Bentuk-Bentuk Mudharabah Dalam Deposito

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni :

a.      Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
Dalam deposito mudharabah mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syari’ah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syari’ah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.  
Dalam menghitung bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah (URIA), basis perhitungan adalah hari bagi hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan deposito Mudharabah mutlaqah (URIA) dan tanggal jatuh tempo. Sedangkan jumlah hari dalam sebulan yang menjadi angka penyebut atau angka pembagi adalah hari kalender bulan yang bersangkutan (28 hari, 29 hari, 30 hari, 31 hari).[8] Ketentuan umum dalam produk ini adalah :[9]
a.       Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b.      Untuk mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
c.       Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
d.      Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
e.       Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.

b.      Mudharabah Muqayyadah (Restricted Invesment Account, RIA)
Berbeda halnya dengan deposito mudharabah mutlaqah (URIA), dalam deposito Mudharabah Muqayyadah (RIA), pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syari’ah dalam mengelola investasinya baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syari’ah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Dalam menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini, terdapat dua metode yakni :[10]
a.       Cluster Pool of Fund : yaitu penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industri bisnis, pembayaran bagi hasil deposito mudharabah muqayyadah (RIA) dilakukan secara bulanan, tri wulan, semesteran atau periodisasi lain yang disepakati.
b.      Specific Product : yaitu penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu, pembayaran bagi hasil disesuaikan dengan arus kas proyek yang dibiayai.

Dalam menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini, terdapat dua jenis yakni:[11]
a.       Mudharabah RIA on balance sheet : jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
1)      Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyeluran dana simpanan khusus.
2)      Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana.
3)      Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
4)      Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
b.      Mudharabah RIA of balance sheet: jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :
1)      Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administrative.
2)      Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3)      Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.


4.      Deposito Menurut Pandangan Islam

Ekonomi/perbankkan merupakan kajian muamalah, maka Nabi Muhammad SAW. Tentunya tidak memberikan aturan-aturan yang rinci mengenai masalah ini. Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya memberikan prinsip-prinsip dan filosofi dasar, dan menegaskan larangan-larangan yang harus dijauhi. Dengan demikian yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi hal-hal yang dilarang oleh Islam. Selain itu, semua diperbolehkan dan kita dapat melakukan inovasi dan kreatifitas sebanyak mungkin.[12]

Dalam hal perbankkan dan produknya salah satunya titipan dan deposito, pada dasarnya telah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Sebagai contoh pada saat Nabi SAW. Dipercaya masyarakat mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, Nabi meminta kepada Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan semua titipan tersebut kepada para pemiliknya.[13]

Menabung adalah tindakan yang dianjurkan dalam Islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam terdapat ayat-ayat secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik. Sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan dalam surat al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut:

Terjemahan :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. al-Hasyr : 18)

Selain itu Allah berfirman didalam Al-Qur’an an-nisaa’ ayat 9 dan al-Baqarah ayat 266 yang telah tercantum di atas, dapat terlihat bahwa kedua ayat tersebut memerintahkan kita untuk bersiap-siap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani (iman atau taqwa) maupun secara ekonomi harus difikirkan langkah-langkah perencanaannya, salah satu langkah perencanaannya adalah dengan menabung.[14]

Dalam hadits Nabi SAW. Banyak disebutkan tentang sikap hemat, Nabi SAW memuji sikap hemat sebagai suatu sikap yang diwarisi oleh para Nabi sebelumnya, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa bersikap hemat tidak berarti harus kikir dan bakhil. Ada perbedaan besar antara hemat dan kikir atau bakhil. Hemat berarti membeli untuk keperluan tertentu secukupnya dan tidak berlebihan. Ia tidak akan membeli atau mengeluarkan uang kepada hal-hal yang tidak perlu. Adapun kikir dan bakhil adalah sikap yang terlalu menahan dari belanja sehingga untuk keperluan sendiri yang pokok pun sedapat mungkin ia hindari, apalagi memberikan kepada orang lain. Dengan kata lain ia berusaha agar uang yang dimilikinya tidak dikeluarkannya tetapi berupaya agar orang lain memberikan uang kepadanya. Ia akan terus menyimpan dan menumpuknya.[15]


Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank.
2.      deposito syari’ah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam hal ini dewan syari’ah nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
3.      Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni :
a.      Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
b.      Mudharabah Muqayyadah (Restricted Invesment Account, RIA)
Menurut hukum Islam, mengenai deposito diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam atau deposito yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syari’ah, mengingat banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menjelaskan mengenai persiapan di hari mendatang, dan kegiatan-kegiatan perbankkan yang sebenarnya telah dilaksanakan pada zaman Rasulullah SAW.



Editing Text By: Rachmad Aqsa, S.H.I.
Tanpa ada perubahan, sesuai dengan aslinya.


[1] Mahasiswa Program Pasca Sarjana (PPS) Institut Agama Islam Negeri (Iain) Raden Intan Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
[2] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2010, hlm. 18.
[3] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Inani, 2001, hlm. 86.
[4] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006, hlm. 303.
[5] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000.
[6] Burhanudin Susanto, Hukum Perbankan Syari’ah di Indonesia, Yogyakarta : UII Pers, 2008, hlm. 289.
[7] Op.,Cit, Adiwarman A. Karim, hlm. 303-304
[8] Ibid., hlm. 304
[9] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2010, hlm. 109-110.
[10] Ibid., hlm. 307.
[11] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2010, hlm. 111.
[12] OP.,Cit, Adiwarman A. Karim, hlm. 15
[13] Sami Hamoud, Islamic Banking, London : Arabian Information Ltd, 1985.
[14] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Inani, 2001, hlm. 153.
[15] Ibid.,  Hlm. 154-155