Kamis, 24 November 2011

LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH DALAM PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN TARAF HIDUP


Oleh: Shobirin[1]


PENDAHULUAN

Sistem ekonomi Islam merupakan suatu sistem yang mampu mendorong pertumbuhan tetapi sekaligus pemerataan.  Tatanan sistem yang berpihak kepada semua orang, yakni suatu sistem yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada mekanisme pasar, tetapi tetap memberikan peran kepada pemerintah, kekuatan sosial dan hukum, untuk melakukan intervensi dan koreksi demi menjamin kekuatan ekonomi tidak terkonsentrasi kepada sekelompok kecil pengusaha, disamping mampu melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat banyak, serta memberikan kesejahteraan lahir batin secara hakiki.  Sistem yang dimaksud adalah sistem ekonomi Islam.

Dr. Samith Athif Az-zain dalam kitab: Al-Islam khuthutun `Arhidhah: Al-Iqstihad, Al-Hukm, Al-Ijtima menjelaskan pandangan filosofis ekonomi Islam.  Ekonomi dalam Islam ditegakkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan manusia sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat, bukan manusia sebagai individu serta bukan sebagai manusia yang terasing dalam masyarakatnya, dan di sisi lain terikat dengan seperangkat aturan/norma.  Islam bertujuan mewujudkan ketentraman hidup dan bukan sekedar pemenuhan kebutuhan, serta menjadikan perolehan kebahagiaan sebagai nilai ekonomi tertinggi yang hendak diwujudkan manusia (Q.S. 28:77).  Oleh karena itu Islam menjadikan falsafah ekonomi berhubungan dengan perintah dan larangan Allah.

Untuk mewujudkan gagasan tersebut, An-Nabhani dalam kitab An-Nidzamu Iqtishady fil Al-Islam, sistem ekonomi dalam Islam dijalankan dengan tiga azas, yakni pertama: konsep kepemilikan (Al-milkiyah), kedua: pemanfaatan kepemilikan (Al-Tsaruf fil- al milkyah), ketiga distribusi kekayaan diantara manusia (Tauzi’u al-tsarwah bayna al-naas).

Yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah azas ketiga, yaitu distribusi kekayaan diantara manusia. LKS sebagai implementasi wujud sistem ekonomi Islam apakah telah berperan penuh sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syari’at, salah satunya mengenai pemenuhan kebutuhan sosial dengan pendistribusian kekayaan dilakukan secara merata dan adil?


PEMBAHASAN

Lembaga Keuangan Syariah dalam Pembangunan

1.      Peran LKS dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Sebagaimana telah diketahui, tujuan ekonomi Islam adalah mencapai falah yang direalisasikan melalui optimasi mashlahah.  Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syari’ah sebagai salah satu lembaga yang menjalankan fungsi dan peran pemerintah yang bisa dikatakan sebagai pengemban amanah Tuhan dan masyarakat, maka secara umum tujuan peran LKS adalah menciptakan ke-mashlahat-an bagi seluruh umat/masyarakat.
LKS dapat menjalankan fungsi dan peran sebagai lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat atau individu. LKS sebagai lembaga pemerintah, menurut al-Mawardi mempunyai tugas untuk melanjutkan fungsi-fungsi kenabian dalam menjaga agama Islam dan mengatur urusan-urusan duniawi. Sementara, menurut Ibn Khaldun eksisitensi pemerintah adalah untuk memastikan agar setiap orang dapat memenuhi tujuan syariat baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Dalam teks al-Qur’an dan Sunnah secara eksplisit dan implisit telah menyebutkan beberapa peran yang harus dilakukan LKS sebagai lembaga pemerintah. Peran-peran tersebut yaitu sebagai berikut[2] :

a.       Manajemen kekayaan publik dalam rangka memaksimumkan kepentingan publik.
b.      Pemenuhan segala persyaratan untuk membangun negara yang secara efektif dalam melindungi masyarakat dan kepentingan budaya, ekonomi, religius, dan politik.
c.       Menggali pemasukan untuk membiayai administrasi publik dan tugas-tugas pemerintah.
d.      Menjamin para individu agar dapat meningkatkan efisiensi dan derajat kekayaan dan kesejahteraannya.
e.       Menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi, khususnya dalam distribusi dan redistribusi kekayaan/pendapatan.
f.       Melindungi lingkungan ekonomi agar tetap sesuai dengan nilai dan prinsip Islam.

Sebagai lembaga sosial dalam masyarakat muslim, LKS menjadi lembaga yang merepresentasikan nilai dan norma-norma masyarakat muslim dalam interaksi di bidang jaminan sosial yang memang mempunyai perbedaan mendasar dengan lembaga sosial mayarakat lain, tidak hanya sebatas penyelarasan akadnya semata. Sebab sebuah lembaga baru dapat berperan sebagai institusi sosial yang ideal manakala sekurang-kurangnya telah memerankan tiga fungsi utama. Yaitu memberi pedoman tingkah laku kepada masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah sosial; menjaga keutuhan masyarakat; dan memberi pegangan dalam sistem pengendalian sosial.[3]
Sementara LKS sebagai lembaga sosial mempunyai peran dalam perekonomian masyarakat sebagai berikut :[4]
a)         Menjaga kebutuhan ekonomi keluarga.
b)         Mengelola ZIS
c)         Menyediakan pelayanan social
d)        Pengelolaan wakaf

2.      Strategi Pembangunan dan Pengembangan LKS

Jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah dicirikan oleh:
·         Investasi yang halal,
·         Tidak menggunakan sistem bunga, tetapi menggunakan sistem bagi hasil, jual beli atau sewa,
·         Berorientasi kepada keuntungan dan kesejahteraan,
·         Menerapkan hubungan kemitraan, dan
·         Seluruh kegiatan berada di bawah Pengawasan Dewan Syariah.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, menurut hemat Ir. Suci Wulandari, MM dan Arif Imam Suroso[5] ada beberapa strategi yang harus ditempuh oleh lembaga keuangan syariah dalam rangka meningkatkan perannya (seperti terhadap sektor agribisnis) terbagi menjadi :

-          Strategi tingkat industri.
-          Strategi tingkat korporasi, dan
-          Strategi operasional.

Pada saat ini, lembaga keuangan syariah berhadapan dengan permasalahan ekstemal yang berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam secara keseluruhan dan pandangan terhadap lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu strategi tingkat industri meliputi: (1) meningkatkan pemahaman umat Islam terhadap ajarannya, sehingga pemahaman terhadap ajaran Islam tidak lagi bersifat parsial dan pola pikir digunakan tidak lagi materialistik dan sekularistik. (2) memanfaatkan momentum fatwa majelis ulama tentang bunga bank itu riba dengan memperbaiki pandangan masyarakat terhadap perbankan syariah, sehingga dipahami bahwa bunga bukan riba dan lembaga keuangan syariah adalah lembaga ekonomi dan tidak semata berorientasi sosial.

Pada tingkat korporasi, strategi yang dapat ditempuh untuk memperbesar peranan lembaga keuangan syariah dalam memajukan sektor (seperti agribisnis) di masa yang akan datang yaitu jika selain memegang 3 prinsip utama di atas, lembaga keuangan syariah juga membangun kekuataan kelembagaannya dengan cara: (1) memasukkan sektor agribisnis dalarn portfolio kredit secara signifikan, yaitu dengan memperbesar porsi pendanaan bagi sektor agribisnis, (2) menyediakan berbagai alternatif pola pendanaan yang berdasarkan: (a) subsektor kegiatan : tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan, dan (b) tahapan kegiatan : dari hulu hingga hilir.

Secara operasional, lembaga keuangan syariah harus memperkuat aspek kelembagaannya  sehingga dapat mewujudkan misi dan tujuan dalam cakupan industri maupun korporasi. Aspek kelembagaan secara internal dapat dibangun dengan cara: (1) memperkuat struktur kelembagaan, (2) mengembangkan perilaku kelompok dan individu, dan (3) meningkatkan efisiensi proses. Strategi memperkuat struktur kelembagaan, bertujuan untuk memperkuat lembaga, cara yang dapat ditempuh meliputi :

a.       Aspek sumberdaya manusia
·         Menggunakan tenaga-tenaga yang berjiwa islami, cerdas, adaptif, terampil, dan berwawasan global.
·         Menerapkan sistem pengemhangan sumberdaya manusia yang up to date.
b.      Aspek pemasaran
·         Membangun jaringan pemasaran yang luas
·         Menyiapkan tenaga pemasaran yang handal
·         Memberikan pelayanan yang optimal
c.       Aspek pengembangan bisnis
·         Mendorong lahirnya inovasi produk dan jasa
·         Menciptakan produk dan jasa yang kompetitif
·         Menciptakan berbagai nilai tambah dari produk dan jasa yang ditawarkan
·         Menciptakan berbagai terobosan teknis
d.      Aspek pendanaan dan keuangan
·         Menciptakan sistem yang efisien
·         Membangun keuangan perusahaan yang sehat
e.       Aspek teknologi
·         Membangun teknologi berbasis "consumer need"
·         Mempercepat operasionalisasi industri penunjang

Sedangkan strategi mengembangkan perilaku kelompok dan individu, bertujuan untuk menciptakan karakter perusahaan yang dicerminkan oleh perilaku kelompok dan individu dalam perusahaan. Cara yang dapat ditempuh meliputi pengembangan budaya perusahaan dan pensosialisasian norma-norma yang dianut perusahaan secara kontinu.

Adapun strategi meningkatkan efisiensi proses, bertujuan untuk menciptakan proses yang berlangsung secara efisien dalam upaya pencapaian tujuan. Cara yang ditempuh yaitu dengan (1) membuka diri terhadap perkembangan global, (2) menerapkan konsep benchmarking secara internal atau eksternal, baik dari aspek strategis maupun fungsional, dan (3) membangun system yang adaptif terhadap perubahan dan tuntutan konsumen.

Dengan menerapkan konsep utama dan ketiga strategi pengembangan inilah maka peran lembaga keuangan syariah akan semakin besar. Pada akhirnya kesesuaian antara kebutuhan sektor agribisnis dan tawaran pelayanan dari lembaga keuangan syariah inilah yang akan menciptakan sinergi besar dalam pergerakan sektor riil. Optimalisasi peran sebagai lembaga penunjang pembangunan nasional pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan sistem agribisnis sebagai sebuah mega bisnis masa depan yang tangguh dan berdaya saing.


Lembaga Keuangan Syari’ah dalam Peningkatan Taraf Hidup

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tujuan dan fungsi pokok ekonomi Islam adalah untuk mencapai falah yang direalisasikan melalui optimasi mashlahah. Mashlaha yang dimaksud adalah setiap aktivitas ekonomi baik yang diperankan oleh pemerintah maupun masyarakat semua harus berorientasi untuk kemashlahatan (kebajikan) umat dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, sehingga ada jaminan sosial bahwa setiap individu mempunyai hak hidup dan menentukan kehidupannya tanpa ada dikotomi antara masyarakat lemah dan kuat, masyarakat kaya dan miskin dan sebagainya.

1.      Landasan Teologis

Satu hal yang mendasar dalam diri manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya adalah dengan bekerja. Bekerja sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap makhluk hidup  terutama manusia untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam Islam kebutuhan manusia mencakup kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa sandang, pangan dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Agar kehidupan manusia terjamin, maka agama memerintahkan untuk bekerja, karena bekerja merupakan fundamental sarana untuk mencapai falah dan kesejahteraan dalam meningkatkan taraf hidup manusia. Hal ini banyak ditemukan dalam ayat-ayat dan hadits Nabi yang menuntut agar manusia mencari nafkah dan berbuat adil dalam pendistribusian setelah mendapatkan kekayaan itu, diantara ayat-ayat itu adalah :

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashas: 77)

Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Setelah manusia bekerja mencari nafkah dan mendapatkan kekayaan, kemudian dengan komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan umat manusia dan keadilan ekonomi sosial, maka ketidak-adilan dalam hal pendapatan dan kekayaan tentu saja bertentangan dengan semangat Islam. Ketidak-adilan seperti itu hanya akan merusak rasa persaudaraan yang hendak diciptakan Islam.

Di samping itu, karena seluruh sumber daya, menurut Qur’an adalah “amanat Allah kepada seluruh umat manusia”[6], maka tak dibenarkan sama sekali apabila sumberdaya-sumberdaya tersebut dikuasai oleh sekelompok kecil manusia saja (monopoli).

Jadi, Islam menekankan distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, hingga setiap individu memperoleh jaminan serta tingkat hidup yang manusiawi dan terhormat, sesuai dengan harkat manusia yang inheren dalam ajaran-ajaran Islam, yaitu sebagai khalifah (wakil) Allah di muka bumi (QS. 2:30)[7].

Suatu masyarakat Islam yang gagal memberikan jaminan serta tingkat hidup yang manusiawi tidaklah layak disebut masyarakat Islam, seperti dinyatakan oleh Nabi saw: “Bukanlah seorang Muslim yang tidur dalam keadaan kenyang sedang tetangganya lapar” (HR. Bukhari, dalam Shahih-nya, 1:52).

Umar bin Khathab, Khalifah kedua, ketika menerangkan tentang redistribusi keadilan dalam Islam, beliau menekankan dalam salah satu pidato umumnya bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kekayaan masyarakat, bahwa tak seorang pun, termasuk dirinya sendiri, yang memiliki hak yang lebih besar dari yang lain. Bahkan seandainya ia dapat hidup lebih lama, ia akan berusaha agar seorang gembala yang hidup di atas gunung Shan’a menerima bagian dari kekayaannya.

Khalifah Ali bin Abi Thalib diriwayatkan juga telah menekankan bahwa “Allah telah mewajibkan orang-orang kaya untuk menyediakan kebutuhan orang-orang miskin dengan selayaknya. Apabila orang-orang miskin tersebut kelaparan, tak punya pakaian atau dalam kesusahan hidup, maka itu adalah karena orang-orang kaya telah merampas hak-hak mereka, dan patutlah bagi Allah untuk membuat perhitungan bagi mereka dan menghukum mereka”.

Para ahli hukum sepakat bahwa adalah kewajiban bagi masyarakat Islam secara keseluruhan, khususnya kelompok yang kaya, untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pokok kaum miskin, dan bila mereka tak mau memenuhi tanggung jawab ini, padahal mereka mampu, maka negara dapat bahkan harus memaksa mereka untuk memenuhinya.


2.      Upaya LKS dalam Peningkatan Taraf Hidup

-          Memenuhi Kebutuhan Hidup Individu, Keluarga dan Masyarakat

Dalam meningkatkan tarah hidup dan kesejahteraan baik secara individu maupun masyarakat, perlu ada upaya-upaya dari Lembaga Keuangan Syari’ah seperti koperasi atau LKS lainnya agar eksistensi LKS tetap dipahami sebagai lembaga yang menjalankan aktifitas ekonomi dengan sistem ekonomi Islam secara kaffah yang pro dengan masyarakat kecil.

Salah satu tujuan dari eksistensi LKS tersebut adalah agar dapat memenuhi kebutuhan hidup baik secara individu, keluarga, dan masyarakat. Individu yang mempunyai kekayaan yang lebih dari individu lainnya dapat mendistribusikan kekayaannya dalam bentuk transaksi keuangan syariah melalui LKS sebagai intermediary institution, kemudian oleh LKS dikelola dengan prinsip syariah yang dapat didistribusikan ulang baik bersifat individu maupun kolektif (institusi).

Proses kegiatan ekonomi yang berbasis kesejahteraan masyarakat tersebut secara finansial dapat meringankan beban individu dan masyarakat yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun dalam rangka peningkatan dan pertumbuhan ekonomi tersebut, Islam menganjurkan supaya asas manfaat terhadap kekayaan itu jangan semata hanya bersifat konsumtif, namu  lebih dari itu dapat difungsikan sebagai sumber pendapatan yang bersifat produktif.

-          Meningkatkan Kualitas Hidup Individu, Keluarga, dan Masyarakat

Pemberdayaan ekonomi yang bersifat konsumtif tersebut tidak mampu mempertahankan kebutuhan taraf hidup sampai pada tingkat pembangunan kualitas hidup. Dia hanya stagnan sebagai bahan konsumsi yang setiap kali dapat dihabiskan tanpa menghasilkan sesuatu yang lain untuk dapat dikonsumsi berikutnya. Sifat yang demikian tidak akan mampu mewujudkan kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Sementara dalam Islam telah dianjurkan agar manusia dengan penciptaan dalam bentuk yang sempurna (sebaik-baik bentuk) dapat mengembangkan potensi dirinya melalui daya tubuh, daya kalbu, daya akal, dan daya hidup.
Daya tubuh manusia mampu menampilkan potensi ketampilannya secata tekhnis. Daya kalbu memilki kemampuan untuk bertindak dan berkehendak sesuai dengan keyakinannya yang telah diimani sebagai kebenaran. Daya akal dapat meningkatkan potensi diri dalam pengembangan kelimuannya secara rasional dan mampu menjawab pada setiap perubahan dan perkembangan. Dan daya hidup sebagai tumpu ketahanan hidup memiliki potensi untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sesuai perilaku dan moral atau etika yang hidup dalam masyarakat.


KESIMPULAN

1.      Lembaga Keuangan Syari’ah sebagai salah satu lembaga yang menjalankan fungsi dan peran pemerintah yang bisa dikatakan sebagai pengemban amanah Tuhan dan masyarakat, maka secara umum tujuan peran LKS adalah menciptakan ke-mashlahat-an bagi seluruh umat/masyarakat.
2.      Secara eksplisit peran LKS dijelaskan dalam al-Quran dan al-Hadits, salah satu diantaranya adalah menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi, khususnya dalam distribusi dan redistribusi kekayaan/pendapatan.
3.      Dalam membangun LKS agar tetap eksis, maka ada beberapa strategi yang harus ditempuh oleh lembaga keuangan syariah dalam rangka meningkatkan perannya (seperti terhadap sektor agribisnis), diantaranya : Strategi tingkat industri, Strategi tingkat korporasi, dan Strategi operasional.
4.      Sebagai landasan filosofis agar kehidupan manusia terjamin, maka agama memerintahkan untuk bekerja, karena bekerja merupakan fundamental sarana untuk mencapai falah dan kesejahteraan dalam meningkatkan taraf hidup manusia.
5.      Setelah membangun eksistensi LKS sebagai lembaga yang menjalankan sisitem ekonomi Islam, kemudian ada upaya-upaya LKS dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kualitas hidup baik bersifat individu, keluarga, maupun masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemah
Soerjono Soekanto, pokok-pokok sosiologi hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2006).
Ir. Suci Wulandari, MM dan Arif Imam Suroso, “Lembaga Keuangan Syari’ah            Alternatif Strategis Memajukan Sektor Agrbisnis”. Agrimedia, Vol. 9 No. 1
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UI Yogyakarta dan BI,         Ekonomi Islam, (Rajawali Pers:  Jakarta 2008)


[1] Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Institusi Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, Program Studi Ilmu Syari’ah, Konsentrasi Hukum Ekonomi Syari’ah, 1432 H / 2011 M.
[2] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UI Yogyakarta dan BI, Ekonomi Islam, (Rajawali Pers:  Jakarta 2008), hal. 460.
[3] Soerjono Soekanto, pokok-pokok sosiologi hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hal 78
[4] P3EI, Ekonomi Islam, hal. 466-468
[5] Ir. Suci Wulandari, MM dan Arif Imam Suroso, “Lembaga Keuangan Syari’ah Alternatif Strategis Memajukan Sektor Agrbisnis”. Agrimedia, Vol. 9 No. 1, hal. 42-44
[6] “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)
[7] Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30)